Untung-Rugi Kemenristek Dilebur dalam Kemendikbud

CNN Indonesia
Kamis, 15 Apr 2021 07:02 WIB
Keputusan Presiden Jokowi melebur Kemenristek dalam Kemendikbud dinilai akan menambah beban dan merugikan kementerian yang dipimpin Nadiem Makarim tersebut.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim. ( ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN)

Anggota Tim Sistem Penjaminan Mutu di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud Johannes Gunawan menilai penyatuan Kemenristek dan Kemendikbud tepat lantaran menggabungkan lagi fungsi riset dan pendidikan tinggi.

Pekerjaan Rumah (PR) yang tersisa tinggal memilah pejabat sesuai dengan keahliannya.

"Kalau riset dikembalikan ke Kemdikbud itu menurut hemat saya tepat, karena Kemdikbud itu kan menangani dari PAUD sampai dengan perguruan tinggi," kata Johannes, kepada CNNIndonesia.com,Selasa (13/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nah perguruan tinggi itu memiliki Tri Dharma. Salah satu dharma itu penelitian. Jadi kalau mengenai riset dikembalikan [ke Kemendikbud] menurut saya tepat," imbuhnya.

Saat masih menjabat sebagai Sekretaris Majelis Pengembangan Dewan Pendidikan Tinggi ketika Kemendikbud masih bernama Kementerian Pendidikan Nasional, Johannes mengaku sempat menolak berbagai perubahan nomenklatur kementeriannya yang membuat riset dan pendidikan tinggi terpisah.

Diketahui, Jokowi beberapa kali mengubah nomenklatur pada kedua kementerian tersebut. Pada 2014, mantan wali kota Surakarta itumemindahkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dari Kemendikbud dan menggesernya ke Kemenristek.

Pada 2019, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dicabut lagi dan dikembalikan ke Kemendikbud. Namun begitu, tupoksi kebijakan di bidang riset masih bertahan di Kemenristek.

Johannes mengatakan kebijakan ini diprotes Dewan Pendidikan Tinggi.

"Saya di Dewan Pendidikan Tinggi waktu itu tertulis mengajukan ke presiden [menyatakan keberatan kebijakan riset dipisah dengan pendidikan tinggi]. Tapi tidak diperhatikan. Ya sudah, terjadilah Kemenristek dan BRIN itu," ceritanya.

Keputusan Jokowi memisahkan pendidikan tinggi dengan Kemendikbud di awal periode pertamanya pun, lanjut dia, sempat diprotes.

"Kami juga sebetulnya keberatan waktu itu. Tapi ya sudah, terjadilah itu. Waktu itu diceraikan [Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dengan kementerian pendidikan]. Lalu dikembalikan lagi Dikti ke Kemendikbud," tuturnya.

Senada, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nizam mengatakan penggabungan kementerian yang menaungi riset dan pendidikan tinggi sesungguhnya sesuai dengan UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Bahwa, pendidikan tinggi memiliki tiga peran yang diatur dalam Tri Dharma perguruan tinggi, yakni pendidikan dan pengajaran, pengabdian kepada masyarakat, serta penelitian dan pengembangan.

"Pendidikan tinggi tidak bisa dipisahkan dari penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Selain itu, lebih dari 80 persen penelitian kita ada di perguruan tinggi," tuturnya.

Terlepas dari penilaiannya terhadap penggabungan itu, Johannes menilai perlu ada ketepatan dalam pemilihan pejabat kelak. Hal itu berkaca pada kebijakan peleburan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dari Kemenristek ke Kemendikbuddi masa sebelumnya.

Bahwa, katanya, banyak penempatan pejabat yang kurang pas. Misalnya, pejabat dari Kemenristek digeser untuk mengurusi persoalan pendidikan tinggi.

"Dulu dari Kemenristek ke dikti, ada orang-orang Kemenristek menangani dikti, mereka tidak menguasai pendidikan tinggi. Nah itu perlu waktu penyesuaian. Sekarang pun kembali lagi, harus diperhatikan," tambah dia.

(thr/fey/fra)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER