Untung-Rugi Kemenristek Dilebur dalam Kemendikbud
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan melebur Kementerian Riset dan Teknologi ke dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jokowi ingin Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjadi lembaga tersendiri.
Keinginan Jokowi itu pun telah mendapat restu dari DPR. Para wakil rakyat setuju menggabungkan tugas dan fungsi Kemendikbud dan Kemenristek. Dua kementerian tersebut akan berubah menjadi Kemendikbud dan Ristek.
Namun, peleburan dua kementerian ini dinilai kurang tepat dan hanya menambah beban Kemendikbud. Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah mengatakan penggabungan Kemenristek-Kemendikbud tak penting dilakukan saat ini.
"Jelas itu akan memberatkan. Karena, sebenarnya tidak ada urgensinya dengan ristek. Yang urgensi sekali itu Kemendikbud dengan (masalah) pendidikan," kata Trubus kepada CNNIndonesia.com (13/4).
Lihat juga:Nasib Nadiem di Tengah Isu Reshuffle |
Trubus mengatakan Jokowi lebih baik membereskan masalah pendidikan di bawah kementerian yang kini dipimpin Nadiem Makarim ketimbang melebur Kemenristek.
Alih-alih memajukan riset perguruan tinggi, kata Trubus, keberadaan Kemenristek justru membuat Kemendikbud semakin gemuk dan lambat menyelesaikan sejumlah pekerjaan rumah.
Menurutnya, pemerintah tidak belajar dari kesalahan. Sebelum ini, Kemenristek pernah gagal saat menyatu dengan direktorat pendidikan tinggi. Kemenristek Dikti dinilai tak menghasilkan apapun kecuali menghabiskan anggaran.
Oleh karena itu, pemerintah memisahkan kembali dikti dengan Kemenristek. Kemudian Jokowi membentuk Kemenristek bersamaan dengan pendirian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Lebih lanjut, Trubus menyebut peleburan Kemenristek dan Kemendikbud di tengah penanganan pandemi Covid-19 juga tak tepat. Mestinya, kata Trubus, Kemenristek/BRIN saat ini fokus melakukan penelitian terkait pandemi yang turut menghantam Indonesia.
"Kalau Kemenristek itu masih ada kan, kita ini ada kebutuhan mendesak, yaitu mengenai riset terkait dengan penanganan Covid," ujarnya.
Saat ini Kemenristek tengah mengembangkan pembuatan vaksin Covid-19 yang diberi nama vaksin merah putih. Pengembangan vaksin dilakukan bersama Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, LIPI, Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Airlangga.
Pengamat pendidikan Indra Chrismidiaji pun mengatakan penggabungan Kemenristek ke Kemendikbud merugikan ketimbang menguntungkan. Menurutnya, secara organisasi Kemendikbud tak bisa menambah jumlah direktorat jenderal saat ini.
"Jadi kalau kondisi sekarang ini saya melihat lebih banyak ruginya dari pada untungnya," kata Indra kepada CNNIndonesia.com.
Selain itu, kata Indra, beban kerja Kemendikbud juga akan bertambah banyak. Padahal, sejumlah pekerjaan rumah Kemendikbud selama ini belum benar-benar selesai. Seperti pembelajaran jarak jauh hingga vaksinasi guru.
"Contoh, ngurusin pembelajaran jarak jauh (PJJ) aja enggak beres-beres. Ini belum lagi kemaren baru bicara dari 5 juta guru, yang targetnya divaksin baru 200 ribu yang divaksin," ujarnya,
Di sisi lain, Indra menyebut BRIN yang hendak menjadi lembaga otonom belum jelas statusnya. Awalnya BRIN berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 tahun 2019 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional. Payung hukum itu berlaku sementara sampai 31 Desember 2019.
Presiden Jokowi lantas membuat Perpres baru tentang BRIN pada Maret 2020 lalu. Namun, Perpres tentang BRIN tersebut belum diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM hingga hari ini.
"Sedangkan kita lihat dari wawancara kepada Bambang Brodjonegoro sendiri, bingung BRIN itu bentuknya apa. Masih gaib," ujarnya.
Berlanjut ke Halaman berikutnya...