Zaenur menyatakan rangkaian kasus para pegawai KPK ini juga terkait buruknya contoh dari pimpinan KPK.
"Pimpinannya saja melakukan pelanggaran etik, apalagi pegawainya," sindir dia, merujuk pada kasus etik Firli.
Rangkaian kasus tersebut, katanya, membuat integritas di tubuh KPK makin memudar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu semua menunjukkan bahwa KPK telah keropos di dalamnya. Nilai integritas sebagai 'jualan' utama KPK yang dikampanyekan terus-menerus kepada seluruh rakyat Indonesia, kepada pejabat negara, itu telah mengalami banyak kemunduran," ujarnya.
Senada, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengungkapkan KPK sudah babak belur sejak UU direvisi dan kursi pimpinan diisi oleh orang-orang yang mendukung perubahan payung hukum tersebut.
"Akibat revisi dan kontroversi [pemilihan capim KPK] ini kemudian menyebabkan babak belurnya KPK. Untuk ini, meskipun saya prihatin, sedih, tapi masih berharap Dewas KPK mampu memberesi ini semua," kata dia.
Adnan Topan Husodo menambahkan menyatakan rangkaian kasus di internal KPK ini tak lepas dari buruknya pengelolaan kelembagaan oleh pimpinan.
"Selain karena rusaknya regulasi baru KPK, isu ini juga mesti diarahkan pada kebobrokan pengelolaan internal kelembagaan oleh para komisioner," ucap dia.
Misalnya, kebijakan pimpinan KPK era Firli yang kerap menyembunyikan nama tersangka dengan alasan menunggu penangkapan atau penahanan dalam proses penyidikan.
Selain perkara lelang jabatan di Tanjungbalai, KPK juga menyembunyikan nama tersangka dalam kasus dugaan suap pajak dan korupsi pembangunan gereja di Mimika Papua.
Padahal, UU KPK tak mewajibkan lembaga antirasuah untuk menutupi identitas tersangka dalam tahap penyidikan.
"Dengan melakukan hal ini (menutupi identitas tersangka) secara terus menerus maka KPK telah melanggar Pasal 5 UU KPK perihal asas kepentingan umum, keterbukaan, dan akuntabilitas lembaga," tukasnya.
![]() |
Kasus-kasus itu pun, katanya, sudah membuat publik, lewat setidaknya hasil survei enam lembaga pada 2020, makin memandang negatif KPK era Firli.
"Tentu ini menjadi hal baru, sebab, sebelumnya KPK selalu mendapatkan kepercayaan publik yang relatif tinggi. Lagi-lagi, kekeliruan dalam kepemimpinan KPK ini akibat buah atas kekeliruan Presiden kala menyeleksi komisioner pada tahun 2019 lalu," kata Adnan.
CNNIndonesia.com sudah menghubungi Ketua KPK Firli Bahuri dan Plt. Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, untuk meminta tanggapan atas penilaian di atas. Namun, hingga berita ini ditulis, keduanya belum memberikan respons.
Namun, terkait kasus pemerasan di Tanjungbalai, Firli sempat mengaku pihaknya tidak pandang bulu untuk menindak kasus di internal.
"Kami memastikan memegang prinsip zero tolerance. KPK tidak akan mentoleransi penyimpangan dan memastikan akan menindak pelaku korupsi tanpa pandang bulu," aku dia.
(mts/ryn/arh)