Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra melanjutkan, kondisi keempat adalah euforia vaksinasi yang membuat warga menganggap vaksin corona ini menjadikan seseorang kebal akan penularan, sehingga mengabaikan pola hidup bersih dan protokol 3M.
Kelima, kebijakan kontraproduktif pemerintah. Sinkronisasi yang cacat antar kementerian/lembaga yang memantik amarah dan kekecewaan masyarakat menurut Hermawan, dapat menjadikan warga mulai bosan dengan situasi pandemi.
"Indonesia sangat mungkin bisa seperti India. Maka oleh sebab itu, biar tidak senasib kita harus membatasi mobilitas dan pintu masuk Indonesia. Tapi kalau belajar dari India, jangan sampai seperti India," jelas dia lagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Hermawan meminta kebijakan pembatasan mobilitas warga seperti larangan mudik selama libur panjang Idulfitri 1442 H dilaksanakan secara serius oleh pemerintah. Ia tidak ingin larangan mudik hanya menjadi slogan dan tong kosong belaka.
Apalagi bila melihat data Satgas Penanganan Covid-19 per 20 April yang menunjukkan warga di mayoritas provinsi melakukan mobilitas ke pusat perbelanjaan pada awal April dan spesifik pada 12 April atau sehari jelang Ramadan. Kenaikan mobilitas warga juga terjadi pada akhir pekan Ramadan.
Sebanyak 11 Provinsi menunjukkan tingkat mobilitas cukup tinggi di pusat perbelanjaan sejak Maret 2021. Mereka yakni Bengkulu, Gorontalo, Jambi, Kalimantan Utara, Lampung, Maluku Utara, NTB, Papua Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Sumatera Barat.
Belum lagi data soal mobilitas warga menuju tempat wisata di 34 provinsi Indonesia. Dilaporkan, mobilitas warga ke tempat wisata pada libur Paskah meningkat di 21 provinsi. Mobilitas di Bali pun meningkat saat perayaan Gulungan pada 15 April lalu. Sementara mobilitas di 14 provinsi lainnya naik jelang Ramadan.
"Tetap akan ada kenaikan kasus covid-19. Karena akan ada orang yang mudik sebelum dan sesudah hari dilarang mudik, dan orang memanfaatkan itu. Hemat saya bisa 20-30 persen kenaikan tetap terjadi pada libur panjang lebaran esok," Hermawan memperkirakan.
![]() |
Dengan kenaikan itu, dia lantas khawatir, meski dilarang mudik akan tetapi mobilitas penduduk yang 'terjebak' di ibu kota maupun kota besar lainnya berpotensi mengarah ke pergerakan menuju tempat wisata lokal.
Apalagi seiring kebijakan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno yang mengajak masyarakat mengunjungi destinasi wisata lokal selama libur lebaran pada Mei mendatang.
Dengan kebijakan kontraproduktif pemerintah, ditambah masyarakat yang mulai jenuh dengan kondisi Covid-19 dan pelbagai aturan yang timpang tindih, transmisi corona bisa kembali meningkat serta berpotensi senasib dengan India.
"Kebijakan kurang sinkronisasi dan tumpang tindih itu akan jadi boomerang," pungkas Hermawan.
Senada diutarakan Epidemiolog Universitas Airlangga, Windhu Purnomo. Dia menilai Indonesia bisa kapan saja menyusul kondisi 'Tsunami Covid-19' seperti India. Apalagi mengingat akan ada perayaan lebaran yang diyakini bakal mengundang mobilitas warga.
Dia mengingatkan, India memiliki pengendalian kasus yang tergolong apik sebelum lonjakan Covid-19 yang begitu besar meluluhlantakkan sistem kesehatan di sana. Karena itu Windhu mengingatkan kombinasi pelonggaran kebijakan dan merosotnya kepatuhan prokes bukan tak mungkin mengantar Indonesia kembali ke puncak Covid-19.
"Peningkatan kasus bisa saja kapanpun terjadi. Yang saya khawatirkan kita masuk gelombang dua yang lebih tinggi daripada gelombang satu," Indonesia pernah melalui kondisi terburuk sekali di Desember 2020 sampai Januari-Februari 2021," kata Windhu saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (26/4) malam.