Polisi Sebut 11 Pengeroyok Babinsa Debt Collector Ilegal
Polisi memastikan aksi debt collector yang melakukan pengadangan terhadap mobil yang dikendarai anggota Badan Pembina Desa (Babinsa) Serda Nurhadi merupakan perbuatan ilegal.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan ada empat aturan dalam menagih utang yang harus dipenuhi oleh seorang debt collector.
Pertama, harus memiliki surat kuasa. Kedua, ada jaminan fidusia. Ketiga, ada surat peringatan. Terakhir, memiliki tanda pengenal.
"Ini empat persyaratan yang wajib dimiliki oleh finance kepada siapa yang menjadi kuasa dalam hal ini," kata Yusri kepada wartawan, Senin (10/5).
Dalam kasus anggota Babinsa ini, perusahaan bernama Clipan Finance telah memberikan surat kuasa kepada PT ACK untuk membantu menagih utang.
Dari surat kuasa itu, PT ACK lantas menunjuk orang untuk bertugas di lapangan. Namun, orang yang ditunjuk harus memiliki Sertifikasi Profesi Penagihan Pembayaran (SPPI).
"Tetapi PT ACK tidak menunjuk orangnya, dia menunjuk orang-orang ini tanpa ada surat resmi. Walaupun surat kuasa ada tetapi tidak memiliki keahlian atau dasar SPPI tidak ada. Itu namanya ilegal," tutur Yusri.
"Ini preman-preman semuanya, tidak sah. Ini mereka ilegal semuanya, tidak punya kekuatan hukum," imbuhnya.
Atas dasar itu, aksi pengadangan yang dilakukan oleh 11 debt collector tersebut telah dikategorikan sebagai perbuatan pidana.
Mereka yakni 11 debt collector pun ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dijerat Pasal 335 ayat 1 KUHP dan Pasal 365 KUHP juncto Pasal 53 KUHP dengan ancaman 9 tahun penjara.
Lebih lanjut, Yusri mengimbau kepada masyarakat untuk melapor ke pihak berwajib jika mengalami aksi serupa yang dilakukan oleh mereka yang mengaku sebagai debt collector.
Apalagi jika para debt collector itu tidak bisa menunjukkan kelengkapan dokumen. Mulai dari surat kuasa hingga SPPI.
"Kalau tidak bisa menunjukkan berarti itu adalah ilegal. Patut untuk dicurigai, segera laporkan, jangan diberikan barang itu. Jadi pembelajaran buat teman-teman semuanya," ucap Yusri.
Kasus ini bermula saat belasan debt collector mengadang sebuah mobil yang dikemudikan oleh anggota Badan Pembina Desa (Babinsa) Serda Nurhadi di Tol Koja Barat-Jakarta Utara pada Kamis (6/5) lalu.
Pengadangan itu diduga karena pemilik kendaraan jenis Honda Mobilio B 2638 BZK menunggak cicilan selama delapan bulan
Pangdam Jaya Mayjen Dudung Abdurachman menegaskan pihaknya telah berkoordinasi dengan kepolisian untuk menindak tegas pengguna debt collector dalam sistem penagihan utang piutang.
Dudung bahkan menyebut akan membabat habis perilaku penggunaan preman debt collector dalam suatu kegiatan. Sebab, praktik debt collector sangat merugikan masyarakat dan telah menimbulkan rasa cemas warga Jakarta.
"Rencananya kita akan tumpas, tidak ada kegiatan yang rugikan masyarakat tidak ada tindakan yang bisa memberi rasa cemas, rasa takut, kita ciptakan Jakarta ini harus tentram, damai," kata dia.