Meski demikian, keputusan Sukarno menetapkan hari kelahiran Boedi Oetomo sebagai momentum kebangkitan nasional dipertanyakan banyak pihak.
Husaini menyebut jika alasan penentuan tanggal peringatan Hari Kebangkitan Nasional adalah pendirian salah satu organisasi pribumi, pada dekade awal abad 20 terdapat banyak organisasi lain.
Sebut saja Al Jamiat al Khairiyah yang berdiri pada 17 Juli 1905 dan Sarekat Dagang Islam (SDI) pada 16 Oktober 1905 dan menjadi Sarekat Islam (SI) pada 1911.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Al Jamiat Al Khairiyah, katanya, memberikan sumbangan pendidikan bagi masyarakat pribumi. Sementara, SDI atau SI mengimbangi politik dagang kelompok China yang dibekingi kolonial Belanda.
Dalam perjalanannya, SI juga menggelorakan kemerdekaan serta melakukan perlawanan terhadap kolonialisme Belanda melalui jalan pergerakan.
Dua organisasi ini merangkul banyak kalangan dan tidak terbatas pada kalangan priyayi. Bahkan, SI tidak terbatas pada pergerakan di pulau Jawa dan menjadi organisasi pribumi yang terbesar.
Jika peletakan peringatan Hari Kebangkitan Nasional bertolak pada momentum kebangkitan pendidikan, lanjut Husaini, ada sosok R.A. Kartini yang bergerak lebih awal dari kalangan priyayi sebelum Boedi Oetomo dan Al Jamiat Al Khairiyah.
Merujuk Bernard H.M. Vlekke dalam Nusantara Sejarah Indonesia, Boedi Oetomo digerakkan oleh priyayi dan elite pemerintah yang menjadi tangan panjang kolonial.
"Tentunya, para bupati dan bangsawan tersebut bersikap sangat loyal terhadap Belanda," sebagaimana dikutip dari makalah Husaini Husda (2020).
Dalam makalah yang sama, Mr. A.K. Pringgodigdo menyebut bahwa dalam kongres Boedi Oetomo pada 1928 di Solo, organisasi tersebut menyatakan menolak pelaksanaan cita-cita persatuan Indonesia.
Hal ini dinilai sebagai bentuk keputusan organisasi tersebut tertutup bagi segenap sukubangsa Indonesia lainnya.
Dalam bukunya bertajuk 'Seabad Kontroversi Sejarah' (2007), sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam kurang sepakat mengaitkan Harkitnas dengan pendirian Boedi Oetomo yang lingkup pergerakannya terbatas.
"Memang organisasi itu diakui sebagai organisasi modern pertama di tanah air kita, tetapi ruang lingkup keanggotaannya masih terbatas kepada orang Jawa (priyayi)," kata Asvi.
![]() |
Sementara itu, sejarawan dari Universitas Padjadjaran Widyonugrahanto menilai wajar saja saat itu Boedi Oetomo masih terbatas di Jawa dan Madura dan belum memiliki cita-cita politik memerdekakan Indonesia.
"Pada awal abad ke-20 kan mana ada orang pribumi yang berpikir mendirikan negara seluas Hindia Belanda atau Indonesia sekarang," kata dia, pada 2020.
Terlebih, kondisi perang pada masa penetapan Harkitnas itu juga dapat membuat proses penggalian sejarah tidak berjalan maksimal.
"Lalu mengapa Budi Utomo yang dipilih? Dugaanku pada tahun tersebut para pemimpin kita ingin mewariskan kepada bangsanya bahwa yang membangkitkan nasionalisme Indonesia itu adalah kaum terpelajar dari Stovia, yaitu calon-calon dokter, Bukan dari pedagang, petani, atau elite yang bukan pelajar," tutur Anto.
"Tapi nasionalisme Indonesia ini lahir dari para pelajar yaitu pelajar calon dokter dari STOVIA," tandasnya.
(iam/arh)