Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Hilmar Farid berpendapat peran proklamator sekaligus presiden pertama Indonesia, Sukarno belum sepenuhnya diapresiasi hingga saat ini, bahkan dalam pelajaran sejarah di sekolah.
Pendapat tersebut merespons pernyataan presiden kelima RI, Megawati Soekarnoputri bahwa jejak ayahnya seolah terlupakan dalam sejarah.
Lihat juga:Megawati Minta Nadiem Luruskan Sejarah 1965 |
"Warisan dari kebijakan masa lalu [orde baru] yang seperti itu [desukarnoisasi] tentu tidak sepenuhnya hilang bekasnya. Bahwa peran dari pemikiran, praktik, kontribusi Presiden Sukarno itu belum sepenuhnya diapresiasi," katanya kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Kamis (26/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masih banyak orang yang mempersoalkan, menganggap itu [pemikiran Sukarno] tidak relevan dengan masa sekarang," lanjutnya.
Hilmar menilai pendapat masyarakat tertentu itu tersisa dari pemikiran yang dibentuk pemerintahan presiden kedua Indonesia, Soeharto di masa orde baru. Kala itu, katanya, pemerintah menyuarakan agar masyarakat meninggalkan orde lama dan beralih ke pemikiran baru.
Ia bercerita di periode 1967-1998--masa kepemimpinan Soeharto--akses terhadap sumber sejarah era Sukarno dan wakilnya Muhammad Hatta dibatasi oleh pemerintah.
Masyarakat, katanya, bahkan tak bisa mendapati buku-buku karya Sukarno di pasaran seperti sekarang. Hal ini membuat publik tak bisa mengetahui sejarah Indonesia secara utuh.
Kini perlahan kepingan sejarah yang hilang itu disusun kembali. Hilmar mengatakan beberapa upaya dilakukan pemerintah untuk memulihkan dampak dari desukarnoisasi.
"Pidato 1 Juni 1945 (pidato Sukarno soal rumusan awal Pancasila) enggak banyak dirujuk ketika masa orde baru. Dianggapnya Pancasila itu 18 Agustus ketika masuk pembukaan UUD 1945. Nah, sekarang kan bahkan ada penetapan 1 Juni sebagai hari Pancasila," tuturnya.
![]() |
Namun, menurutnya yang diharapkan Megawati agar upaya pemerintah mengapresiasi peran Sukarno bisa jauh lebih konkret. Salah satunya dengan mengajarkannya di sekolah melalui kurikulum.
Dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memiliki peran besar. Pria yang juga menjabat sebagai direktur jenderal kebudayaan Kemendikbud itu pun menilai hal ini bisa jadi pendekatan yang baik bagi pendidikan Sejarah untuk generasi saat ini.
"Misalnya kalau di banyak negara lain, pemikiran dari para pendiri negaranya, tokoh bangsanya dipelajari di sekolah," tambahnya.
Sebelumnya, Megawati meminta Mendikbud Nadiem Makarim meluruskan sejarah 1965. Periode tersebut dikenal sebagai masa peralihan orde lama ke orde baru.
Politisi PDI Perjuangan itu juga meminta buku-buku karya Sukarno dimasukkan ke kurikulum, sehingga bisa menjadi salah satu bahan ajar untuk siswa di sekolah.
Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Maman Fathurrahman menolak menjawab ketika CNNIndonesia.com meminta tanggapan terkait hal ini.
Kepala Biro Humas dan Kerjasama Kemendikbud Evy Mulyani mengatakan penetapan kurikulum yang sudah berjalan saat ini melalui diskusi intensif bersama para pakar di bidangnya, termasuk dalam pelajaran Sejarah.
"Sumber kurikulum sangat luas dan terbuka, termasuk berdasarkan tulisan, buku atau bagian buku sebagai bagian materi dalam kurikulum," ujarnya kepada CNNIndonesia.com.
(fey/pmg)