Terdakwa kasus pembobolan kas Bank Negara Indonesia (BNI) 46 cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit(L/C) fiktif, Maria Pauline Lumowa, akan menjalani sidang dengan agenda pembacaan putusan, Senin (24/5) hari ini.
Sidang ini diketahui dilaksanakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Iya jam 9.30 pagi," ujar pengacara Maria, Novel Al Habsyi, saat dikonfirmasi, Senin (24/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut Maria dengan pidana 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. Ia juga dituntut dengan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp185,822 miliar.
Jika tidak dibayar paling lama satu bulan sesudah putusan memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah), maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.
Dalam hal Maria tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 10 tahun.
Jaksa menilai Maria telah merugikan keuangan negara sebesar Rp1,2 triliun atas pengajuan pencairan beberapa letter of credit(L/C) dengan melampirkan dokumen ekspor fiktif ke BNI 46 cabang Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Selain itu, Maria dinilai terbukti telah memperkaya diri sendiri dan korporasi.
Maria menjalani proses hukum setelah sebelumnya lama melarikan diri. Ia ditangkap di Serbia dengan dijemput langsung oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly.
Ekstradisi Maria berhasil dilakukan berkat kerja sama Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Serbia. Yasonna mengatakan pemulangan Maria itu dilakukan lewat pendekatan tingkat tinggi dengan para petinggi Pemerintah Serbia.
"Sempat ada upaya hukum dari Maria Pauline Lumowa untuk melepaskan diri dari proses ekstradisi, juga ada upaya dari salah satu negara Eropa untuk mencegah ekstradisi terwujud," ujar Yasonna dalam keterangannya, Kamis, 9 Juli 2020.
Menurut Yasonna,proses ekstradisi Maria juga tak lepas dari asas resiprositas (timbal balik) atau balas jasa dari pemerintah Serbia. Sebab, Indonesia sempat mengabulkan permintaan Serbia untuk mengekstradisi pelaku pencurian data nasabah Nikolo Iliev pada 2015 yang ditangkap Kepolisian RI.