ANALISIS

Menguji Taji Jokowi Usai 51 Pegawai KPK Tak Diangkat ASN

CNN Indonesia
Rabu, 26 Mei 2021 11:41 WIB
Aksi para pegawai KPK menyikapi progres perubahan UU KPK oleh DPR dan pemerintah pada 2019 silam. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah berembuk dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatarur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) serta Badan Kepegawaian Negara (BKN) mengenai nasib 75 pegawai lembaga antirasuah yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk alih status jadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Berdasarkan rapat di Gedung BKN pada Selasa (25/4) pagi hingga sore, para pimpinan KPK dan lembaga pemangku kepentingan pamong praja itu memutuskan 24 di antara pegawai KPK tersebut yang masih bisa dibina untuk alih status jadi ASN.

Sementara 51 yang lain dinyatakan tak bisa jadi ASN tidak karena tak memenuhi penilaian berdasarkan kriteria yang ditetapkan tim asesor. Penilaian meliputi tiga aspek yakni kepribadian, pengaruh, dan PUNP (Pancasila, UUD '45, NKRI, Pemerintah sah).

BKN menyatakan mereka yang bermasalah pada aspek pertama dan kedua masih bisa mendapat pembinaan lanjutan, tapi PUNP adalah harga mati.

Kesepakatan yang diputuskan tersebut menuai polemik lantaran sebelumnya Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sempat meminta agar TWK tak dijadikan dasar memberhentikan pegawai KPK.

Selain itu, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam amar putusannya atas uji materi UU Nomor Tahun 2019 pun menegaskan agar alih status ASN tak merugikan pegawai KPK.

Pengamat Politik Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin, menilai keputusan pemberhentian pegawai itu merupakan bentuk pembangkangan dan pengabaian anak buah Jokowi terhadap instruksi presiden.

"Jadi ini bisa jadi sebagai bentuk pengabaian [perintah Presiden] itu. Jangan sampai hanya sebagai bentuk pencitraan saja," kata Ujang saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (25/5).

Ujang juga menilai Presiden Jokowi harus bersikap lebih lugas dalam menyelesaikan perkara ini. Pasalnya, kata dia, saat ini hanya Jokowi yang dapat menuntaskan serangkaian janji kampanyenya terkait penguatan KPK.

Arahan Jokowi yang sebelum ini, kata dia, telah nyata tidak dilaksanakan anak buahnya, termasuk pimpinan KPK, di mana lembaga itu kini telah masuk ke dalam rumpun eksekutif imbas dari UU19/2019.Oleh karena itu, Ujang mengimbau agar Jokowi agar berbuat lebih nyata untuk membuktikan ucapannya kepada rakyat Indonesia.

"Jangan sampai seolah-olah mendukung para pegawai itu padahal sesungguhnya enggak. Ini kan yang jadi problem bagi publik. Kalau memang Pak Jokowi konsisten dengan pernyataannya kemarin, tentunya pemecatan itu tidak akan terjadi," ujar penulis buku Ideologi Partai Politik: Antara Kepentingan Partai dan Wong Cilik tersebut.

Ujang sendiri pun tak dapat berkomentar jauh terkait peristiwa itu. Hanya saja, Ujang meyakini bahwa telah terjadi banyak konflik kepentingan dalam lembaga antirasuah saat ini.

Ia berkaca dari yang telah terjadi sejak Revisi UU KPK berhasil disetujui lalu disahkan DPR dan pemerintahan Jokowi pada 2019 lalu, hingga kini alih status ASN yang mensyaratkan TWK.

Para pegawai KPK saat melakukan aksi menyikapi progres upaya perubahan UU KPK yang dilakukan DPR dan pemerintah pada 2019 silam. (CNN Indonesia/Jonathan Patrick)

Ujang meyakini, banyak hal yang perlu dibenahi KPK di bawah kepemimpinan lima komisioner periode 2019-2023 yang diketuai Komjen Pol Firli Bahuri tersebut. Hanya saja, kata dia, kepentingan-kepentingan itu yang kemudian malah membuat lembaga tersebut menjadi bermasalah.

Menurutnya, pengabaian perintah Presiden secara terang-terangan dapat melumpuhkan kepercayaan publik terhadap KPK. Hal itu, yang tidak diinginkan dirinya sebagai seorang akademisi dan pengamat.

Jokowi, kata dia, seringkali menyuarakan untuk penguatan KPK tapi selalu tak terlihat. Oleh sebab itu, kata dia, Presiden dapat membuktikan kampanye antikorupsinya selama ini dengan mencari jalan tengah dari permasalahan pegawai KPK.

"Presiden harus tegas juga memberikan arahan," ucap Ujang.

"Jangan sampai kasus-kasus yang sudah ada, lalu karena penyidiknya di nonaktifkan atau di buang lalu kasus-kasus itu menjadi aman," tambah penulis buku Memotret Politik Indonesia: Antara Harapan dan Kenyataan tersebut.

Jokowi Harus Tegas pada Anak Buahnya soal Nasib Imbas TWK KPK


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :