Pancasila kembali sering didengungkan pada masa pemerintahan Joko Widodo. Pada 2016, Jokowi menetapkan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila lewat Keputusan Presiden Nomor 24 tahun 2016. Hari Lahir Pancasila 1 Juni juga ditetapkan sebagai hari libur nasional.
Selain itu, Jokowi juga membentuk Badan Ideologi Pembina Pancasila (BPIP) pada 28 Februari 2018. Badan itu sah terbentuk dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2018 tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila sebagai landasan.
Pakar hukum tata negara Refly Harun menilai ada kecenderungan penyalahgunaan Pancasila sebagai alat politik di berbagai era. Dia berpendapat kecenderungan itu juga terjadi di era pemerintahan Joko Widodo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Refly berpendapat ada pemisahan antarkelompok masyarakat di masa pemerintahan Jokowi. Dia menyebut kelompok yang tidak sejalan dengan pemerintah akan dirundung oleh buzzer atau pendengung di media sosial.
Para buzzer, kata dia, akan menggunakan Pancasila, UUD 1945, dan NKRI sebagai stempel politik. Kelompok yang tak sejalan akan dicap tidak Pancasilais.
"Itu sudah terjadi sejak zaman Bung Karno, sejak Orde Lama, Orde Baru, Orde Reformasi, terutama pada zaman Presiden Jokowi mulai lagi Pancasila dijadikan stempel, judgement. Misalnya, untuk menilai saya Pancasila bahwa yang lain bukan," kata Refly saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (27/5).
![]() |
Pendapat serupa juga disampaikan pengamat politik Universitas Andalas Asrinaldi. Dia berpendapat ada kecenderungan Pancasila digunakan sebagai alat penghakiman tetapi bukan di pengadilan.
Asrinaldi melihat penghakiman itu dilakukan terhadap kelompok-kelompok yang keras mengkritik pemerintah. Lebih khusus, terhadap kelompok beraliran Islam.
"Saya pikir itu jadi justifikasi ya bahwa ini dianggap tidak Pancasilais. Dikait-kaitkan ke sana. Sebenarnya kalau kita lihat ada label Islam garis keras, radikalisme, barang kali tidak sesuai Pancasila, tapi kalau hanya kesadaran mereka menjalankan agama kan dijamin Pancasila," ucap Asrinaldi kepada CNNIndonesia.com, Jumat (28/5).
Terpisah, Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo membantah anggapan-anggapan itu. Dia menegaskan pemerintahan Jokowi tak pernah menggunakan Pancasila sebagai alat politik kekuasaan.
Benny menyampaikan penggunaan Pancasila sebagai alat pemukul lawan politik terjadi pada Orde Baru. Ia mengenang perjuangannya menolak penggusuran Kedung Ombo saat Orde Baru hendak membangun waduk dengan pendanaan Bank Dunia.
"Kalau Orde Baru kita ngomong saja enggak bisa apa-apa, dikejar-kejar. Ketika Kedung Ombo kan alasannya itu. Orang yang menolak pembangunan Kedung Ombo kan disebut antipancasila, di-PKI-kan," ucap Benny saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (28/5).
Dia menyebut keadaan berubah pascareformasi. Menurutnya, saat ini Pancasila telah kembali menjadi ideologi dan dasar negara, bukan alat politik kekuasaan.
Lebih lanjut, Benny menilai pemerintahan Jokowi juga tak mengotak-atik Pancasila sebagai dasar negara. Dia menyebut pemerintah tidak pernah menyingkirkan orang-orang yang mengkritik.
"Kekhawatiran itu berlebihan lah. Kenyataannya negara ini demokratis kok. Justru yang ditangkap itu ketika menyebarkan kebencian, SARA, menyebarkan yang meresahkan publik, itu yang diproses," ucapnya.