Pancasila di Tangan Rezim Sukarno Hingga Jokowi

CNN Indonesia
Selasa, 01 Jun 2021 09:10 WIB
Pancasila dianggap kerap dijadikan alat gebuk terhadap kelompok yang tidak pro terhadap rezim sejak dulu hingga saat ini.
Pancasila dinilai kerap menjadi alat oleh rezim Sukarno, Soeharto dan hingga saat ini untuk melegitimasi atau mempertahankan kekuasaannya
Jakarta, CNN Indonesia --

Pancasila dicetuskan dan ditetapkan sebagai dasar negara dengan tujuan menjadi alat pemersatu serta pedoman negara Republik Indonesia. Namun, sebagian pihak meyakini rezim demi rezim menyalahgunakan Pancasila sebagai alat kekuasaan.

Pancasila lahir dalam rapat Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Merujuk risalah rapat BPUPKI, Mohammad Yamin, Soepomo dan Sukarno menyampaikan gagasan tentang dasar negara Indonesia setelah merdeka.

Anggota rapat lantas menyetujui konsep yang diusung Sukarno lewat pidato menggebu-gebu pada 1 Juni 1945. Kemudian, dibentuk panitia untuk menindaklanjuti usulan Sukarno hingga Pancasila ditetapkan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ria Casmi Arrsa dalam bukunya bertajuk Deideologi Pancasila (2011), menyebut perdebatan dasar negara Indonesia belum selesai meski sudah merdeka. Terlihat dari rapat-rapat Dewan Konstituante yang dipenuhi gesekan pandangan.

Dewan Konstituante sendiri dibentuk dari hasil Pemilu 1955 yang bertugas menyusun undang-undang dasar (UUD) baru. pengganti UUD Sementara tahun 1950.

Rapat Dewan Konstituante selalu panas. Fraksi-fraksi partai politik dan golongan di dalamnya tak pernah bisa mencapai kata sepakat.

Sebanyak 52 persen anggota Konstituante setuju Indonesia tetap menjadikan Pancasila sebagai dasar negara. Di saat yang sama, 48 persen lainnya memilih Islam sebagai dasar negara.

Sukarno, yang saat itu menjabat sebagai kepala negara, gusar lantaran Dewan Konstituante tak kunjung mampu menghasilkan UUD yang baru. Dia lalu membubarkan Dewan Konstituante.

Sukarno kemudian menerbitkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dia kembali menerapkan UUD 1945 lalu memulai rezim Demokrasi Terpimpin atau yang kerap disebut sebagai Orde Lama.

Indonesian President Ahmed Sukarno (L) is talking to strongman General Mohamed Suharto (R), after the disbanding session of the crush Malaysia command, 24 August 1966, in Jakarta. / AFP PHOTO / PANASIA-FILES / -Sukarno (kiri) dan Soeharto (kanan) memiliki cara masing-masing dalam menggunakan Pancasila sebagai alat kekuasaaan saat menjadi Presiden.(AFP PHOTO / PANASIA-FILES)

Orde Lama

Di masa Demokrasi Terpimpin, Sukarno mencetuskan konsep Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis). Dia berupaya merangkul kelompok komunis yang selama periode 1950-an kerap tidak diajak kelompok nasionalis dan agamis dalam pembentukan kabinet parlementer padahal memiliki suara keempat terbanyak di DPR.

Arrsa menilai konsep Nasakom merupakan awal membawa Pancasila sebagai alat politik. Semua seolah dipaksa setuju, padahal kala itu pertentangan kelompok agamis dengan komunis sudah sangat kental di berbagai lapisan masyarakat.

"Dikeluarkannya ajaran Nasakom sama saja dengan upaya untuk memperkuat kedudukan presiden sebab jika menolak Nasakom sama saja dengan menolak presiden," tulis Arrsa dalam buku tersebut.

Di masa itu, Sukarno membubarkan Partai Sosialis Indonesia dan partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Sukarno juga menasbihkan dirinya sebagai kepala negara, kepala pemerintahan serta panglima angkatan perang. Semua anggota DPR pun ditunjuk olehnya.

Orde Baru

Pada era 1960-an, Arrsa menyebut Pancasila digunakan oleh kelompok antikomunis. Kelompok itu memakai Pancasila sebagai pembenaran atas pembantaian massal terhadap orang-orang yang dianggap komunis setelah prahara 1965.

Orde Baru melanjutkan kecenderungan penggunaan Pancasila sebagai alat kekuasaan. Soeharto memberi tafsir tunggal kepada Pancasila. Ia juga menjadikan Pancasila sebagai ideologi yang tidak dapat diganggu gugat.

"Formulasi yang dicetuskan oleh Soeharto untuk memberikan tafsir terhadap Pancasila dengan pedoman, penghayatan, dan pengamalan Pancasila (P4) yang mana eksistensi keberadaan P4 diperkuat melalui Ketetapan MPR No. II/MPR/1978," ucap Arrsa.

Arrsa menyebut Orde Baru juga mendelegitimasi Sukarno lewat tafsir Pancasila mereka. Salah satu manuver Orde Baru adalah menggelar Simposium Kebangkitan Semangat 66: Mendjelajah Tracee Baru di Universitas Indonesia, 6-9 Mei 1966. Simposium menyatakan Nasakom gagal.

Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri (kelima kiri) bersama mantan Presiden BJ Habibie (keempat kiri), mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (kiri), dan Ketua DPD Oesman Sapta Oedang (kedua kiri) berfoto bersama saat upacara peringatan detik-detik proklamasi kemerdekaan RI di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (17/8). HUT ke-72 RI mengambil tema Indonesia Kerja Bersama. ANTARA FOTO/Rosa Panggabean/foc/17. Di era setelah reformasi 1998, para pimpinan negara jarang menggaungkan konsep dan nilai-nilai Pancasila. Hal itu diakui oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean).

Reformasi

Pada awal reformasi 1998, Arrsa menilai para pemimpin menghindari pembicaraan Pancasila. Mulai dari B.J. Habibie hingga Megawati jarang tampil untuk menyuarakan nilai-nilai Pancasila dan penerapannya.

Dugaan Arrsa itu dikuatkan lagi oleh pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 1 Juni 2006. SBY mengakui pembahasan Pancasila mulai luput dari ruang publik sejak Orde Baru runtuh.

"Kita merasakan, dalam delapan tahun terakhir ini, di tengah-tengah gerak reformasi dan demokratisasi yang berlangsung di negeri kita, terkadang kita kurang berani, kita menahan diri, untuk mengucapkan kata-kata semacam Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, Wawasan Kebangsaan, Stabilitas, Pembangunan, Kemajemukan dan lain-lain," ucap SBY.

"Karena bisa-bisa dianggap tidak sejalan dengan gerak reformasi dan demokratisasi. Bisa-bisa dianggap tidak reformis," sambungnya.

Pancasila di Rezim Jokowi

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER