Konferensi Meja Bundar menjadi sejarah penting Indonesia lepas dari cengkeraman Belanda. Konferensi Meja Bundar (KMB) diadakan di Den Haag, Belanda pada 23 Agustus sampai 2 November 1949.
Terjadinya Konferensi Meja Bundar tak terlepas dari rangkaian usaha yang dilakukan para tokoh bangsa saat itu.
Sebelum diadakan KMB, telah berlangsung tiga pertemuan tingkat tinggi antara Belanda dan Indonesia yang menghasilkan kesepakatan berupa:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diadakannya KMB bertujuan menyelesaikan masalah antara Indonesia dan Belanda yang telah menjajah Indonesia dalam waktu cukup lama. Penyelesaian masalah terutama menyangkut penyerahan kekuasaan dan pengakuan kedaulatan politik pemerintah Belanda ke Indonesia.
Setelah kalahnya Jepang oleh sekutu di Perang Dunia II, Belanda merasa punya kesempatan kembali menjajah Indonesia. Namun aksi penjajahan ulang yang dikenal sebagai Agresi Militer II mendapat kecaman dari dunia internasional.
Konferensi yang berjalan dari 23 Agustus hingga 2 November 1949 menghasilkan sejumlah kesepakatan, sebagai berikut.
Pada poin satu, awalnya pemerintah Hindia Belanda tidak menyetujui penyerahan Papua Barat sebagai wilayah kedaulatan Indonesia karena perbedaan etnis.
Pemerintah Hindia Belanda saat itu ingin menjadikan Papua Barat sebagai negara terpisah. Sehingga saat itu masalah Papua Barat belum terselesaikan dalam KMB.
![]() |
Konferensi Meja Bundar berdampak pada dibentuknya pemerintahan sementara. Ir. Soekarno menjadi presiden dan Mohammad Hatta menjadi perdana menteri dalam kabinet Republik Indonesia Serikat (RIS).
Indonesia Serikat dibentuk layaknya sistem pemerintahan republik federal dengan sejumlah negara bagian dan merupakan persekutuan dengan Kerajaan Belanda.
Penyerahan kedaulatan Belanda kepada Indonesia dilakukan oleh Perdana Menteri Willem Drees kepada Perdana Menteri Mohammad Hatta setelah kesepakatan ditandatangani oleh Ratu Belanda.
Pemerintah Hindia Belanda meminta Republik Indonesia Serikat untuk membayar utang pemerintah Hindia Belanda sebesar 4,3 miliar gulden.
Pemerintah Indonesia membayar 4 miliar gulden selama kurun waktu 1950-1956. Akan tetapi Pemerintah Indonesia memutuskan tidak membayar sisanya.
Sementara masalah Papua Barat baru terselesaikan pada tahun 1963 dengan bantuan United Nations Temporary Executive Authority yang dibentuk oleh PBB.
Hasil dari bantuan ini adalah dibentuknya Penentuan Pendapat Rakyat atau PEPERA dengan hasil Papua Barat masuk dalam wilayah kedaulatan Republik Indonesia.
Delegasi Indonesia dalam perundingan KMB di Den Haag, Belanda di antaranya:
Sementara delegasi dari BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg) yaitu negara federal bentukan Belanda di Indonesia adalah Sultan Hamid II. Delegasi Belanda dalam peristiwa KMB yakni Johannes Henricus van Maarseveen, Willem Dress, dan J. A. Sassen.
(imb/fef)