Perjanjian Renville merupakan perundingan antara Indonesia dan Belanda yang terjadi di atas kapal Amerika Serikat yaitu USS Renville pada 8 Desember 1947.
Menurut Pengaruh Perang Kemerdekaan II terhadap Pengakuan Kedaulatan RI Tanggal 27 Desember 1949 (2015), perundingan Renville dilatarbelakangi pertikaian Belanda-Indonesia.
Yang menjadi unsur pertikaian adalah serangan Belanda ke Indonesia pada 12 Juli 1947 atau dikenal dengan agresi militer Belanda pertama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Serangan yang dilakukan Belanda ke Indonesia itu mendapat perhatian negara lain dan menjadi kecaman internasional.
Pada 1 Agustus 1947, Dewan Keamanan PBB ikut turun tangan untuk membantu menghentikan serangan Belanda tersebut.
Tetapi, pada 5 Agustus 1947, Belanda dan Indonesia kembali mengumumkan akan melakukan gencatan senjata, hingga membuat Dewan Keamanan PBB mengambil langkah penyelesaian.
Dewan Keamanan PBB kemudian membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) terdiri atas Australia, Belgia, dan Amerika Serikat, yang bertugas menyelesaikan sengketa antara Belanda serta Indonesia.
KTN juga berusaha mendekatkan kedua belah pihak yaitu Belanda dan Indonesia untuk menuntaskan segala persoalan-persoalan militer serta politik.
Di samping itu, KTN turut berperan dalam mempertemukan kembali antara Belanda dan Indonesia dalam perundingan yang berlangsung di atas kapal perang Renville.
Sejumlah saksi turut dihadirkan ketika perundingan Renville, di antaranya:
![]() |
Setelah cukup lama berunding, akhirnya terciptalah perjanjian Renville yang berisi sebagai berikut:
Hasil Perjanjian Renville yang telah ditandatangani pada 17 Januari 1948 itu cukup merugikan bagi Indonesia. Salah satunya perekonomian Indonesia diblokade Belanda secara ketat.
Dalam Indonesian National Revolution 1945-1950 (1974) tulisan Anthony Reid, keberadaan Garis Van Mook dinilai sebagai hinaan karena wilayah Indonesia jadi semakin dipersempit.
Tidak hanya itu, dampak Perjanjian Renville ini memicu aksi pemberontakan PKI di Madiun pada 1948 dan membuat konflik politik di Indonesia semakin kacau.
(avd/fef)