Evaluasi Sepekan PPKM Darurat: Kritis di Hulu Hingga Hilir
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat Jawa-Bali kini memasuki hari ketujuh. Kebijakan ini dianggap belum membawa perubahan dalam menekan laju penyebaran virus corona.
Pertambahan kasus positif Covid-19 dan kematian harian terus meningkat. Fasilitas kesehatan dan rumah sakit rujukan nyaris penuh. Tenaga kesehatan pun banyak yang berguguran.
Epidemiolog dari Universitas Airlangga mengatakan setelah sepekan penerapan PPKM darurat, pemerintah harus berani mengevaluasi kebijakan tersebut. Pemerintah, kata Windhu, harus berbenah mulai dari hulu sampai ke hilir. Menurutnya, kebijakan ini masih bolong di mana-mana.
Ia mengatakan untuk mengukur efektivitas PPKM darurat bisa dilihat dari angka positivity rate dan jumlah keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR). Positivity rate alias rasio kasus adalah persentase dari jumlah orang yang dinyatakan positif dibagi jumlah orang yang diperiksa kemudian dikali 100 persen.
"Kalau memang ada yang belum, masih bocor, belum ketat, ditunjukkan dengan bukti positivity rate makin naik, BOR makin naik, makin kritis. Jadi kalau positivity rate menunjukkan hulu, BOR menunjukkan hilir," katanya.
Data Satuan Tugas (Satgas) Covid-19, positivity rate Indonesia sejak sebelum diterapkan PPKM Darurat sampai saat ini masih menunjukan persentase yang tinggi. Pada 2 April, positivity rate Indonesia mencapai 43,79 persen. Lalu pada hari pertama PPKM darurat 3 Juli, positivity rate mengalami penurunan menjadi 36,69 persen.
Namun, satu hari berikutnya, positivity rate Indonesia kembali melambung menjadi 44,61 persen. Sejak saat itu positivity rate Indonesia konsisten di atas 30 persen. Terbaru, pada 8 Juli, positivity rate mencapai 40,02 persen. Padahal, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan ambang batas positivity rate 5 persen.
Windhu mengatakan angka positivity rate itu bisa berkali-kali lipat jika jumlah tes Covid-19 diperbanyak. Pemerintah, kata Windu menargetkan 10 kali lebih banyak melakukan testing selama PPKM darurat.
Ia mengapresiasi niat baik pemerintah. Namun, ia juga mengatakan niat baik itu harus diimbangi dengan implementasi di lapangan. Kenyataannya sampai saat ini, jumlah tes masih jauh dari target yang telah ditetapkan.
"Janjinya Menkes akan meningkatkan testing itu sampai 10 kali lipat, jadi 400 ribu per hari. Kalau minimal 400 ribu itu berarti 10 kali lipat dari minimum. Karena minimum WHO per hari 40 ribu. Dia mau ngetes sampe 400 ribu, cuma sampai sekarang belum. PCR kita sudah dua kali lipat, tapi masih 80 ribu," ucap dia.
Sementara itu, BOR di sejumlah daerah di Indonesia rerata di atas 60 persen. Kalimantan Barat misalnya, BOR isolasi mencapai 68,09 persen. Lalu BOR ICU 82,48 persen. Di Lampung, BOR isolasi mencapai 77,91 persen dan ICU 73,43 persen.
Perbaiki Kebocoran
Windhu mengatakan pemerintah harus memperbaiki kebocoran PPKM darurat. Perbaikan itu, kata Windhu, bukan dengan menambah kapasitas tempat tidur di RS atau menambah tempat isolasi dengan alih fungsi bangunan. Sebab, solusi itu tidak menyentuh akar permasalahan, malah menambah masalah baru.
"Sekarang sudah mulai kolaps, kan? Banyak mengatakan belum kolaps, tapi kan nyaris kolaps semua hilir ini. Kalau banjirnya terus mengalir, ya terang kolaps, kan? Mau kita tambah bed seberapa pun ya enggak akan bisa. Karena apa? Terus mengalir dan itu ada batasnya," kata dia.
"Lagi pula menambah bed itu kan ndak cukup. SDM-nya gimana? Nambah SDM kan ndak mudah," imbuh dia.