Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa membantah pihaknya memanipulasi data kematian akibat virus corona (Covid-19). Khofifah menyebut pihaknya tak melakukan pencatatan langsung terkait kasus kematian Covid-19 di kabupaten/kota, tetapi hanya menerima laporan.
"Soal kasus kematian. Tidak ada dinas kematian di provinsi, tidak ada dinas pemakaman di provinsi. Maka, Dinas Kesehatan kabupaten/kota melapor ke pusat dan melapor ke provinsi," kata Khofifah dalam acara Mata Najwa, Rabu (28/7) malam.
Khofifah lantas mencontohkan data kematian yang dilaporkan Kota Surabaya. Ia mengaku mengonfirmasi langsung kepada Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi terkait perbedaan data kematian yang tercatat di pusat dengan pemakaman di TPU Keputih.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kata pak wali nih, bahwa ini belum di-swab baik Antigen maupin PCR. Jadi mereka sifatnya suspek," ujarnya.
Mantan menteri sosial itu juga menepis tuduhan gap kematian yang jauh antara provinsi dengan pusat. Ia mengklaim pencatatan data di Jatim lebih baik dari daerah lain.
"Ini Dinkes yang input. Dari inputnya Dinkes baru kita unggah di web-nya pemprov. Insyaallah data paling sinkron. Data paling sinkron dengan Kemenkes paling dekat itu data pemprov Jatim," katanya.
Sementara itu, Co-Inisiator LaporCovid-19 Ahmad Arif mengatakan gap data kematian pusat dengan Jatim tidak terlalu signifikan karena pencatatan dari kabupaten/kota sudah bermasalah. Arif mengatakan pihaknya menemukan gap data kematian dari laporan masyarakat atau komunitas dengan data di kabupaten/kota.
"Memang Jawa Timur data provinsi dan data kabupaten/kota itu hampir sama. Tetapi, ada gap data yang sangat besar dari temuan komunitas, misalnya orang meninggal Isoman dan RS dengan data kabupaten/kota. Dan ini seragam," kata Arif dalam kesempatan yang sama.
Arif lantas membeberkan temuan gap data dari pihaknya. Pada tanggal 12 Juli pemerintah Kota Surabaya melaporkan ada dua kasus kematian. Namun, dari laporan pihak RS ada 62 kasus kematian pada hari yang sama.
"Jadi menurut saya dalam kasus jatim itu kompak kab/kota tapi sama-sama underreported. Kalau yang lain juga sama underreported, tapi paling tidak catatannya lebih tinggi daripada nasional," kata Arif menambahkan.
![]() Infografis Kematian Covid-19 Melonjak saat PPKM Darurat |
Arif mengatakan pencatatan kematian seharusnya mengikuti anjuran dari organisasi kesehatan dunia (WHO). Pasien yang meninggal dengan gejala klinis Covid-19 harus juga dicatat sebagai kematian Covid-19.
"Mereka yang meninggal dengan gejala klinis Covid bahkan yang sebelum dites sekali pun harus didata dengan tujuan untuk surveillanceya. Kecuali yang sudah clear penyebabnya bukan karena Covid," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur dr Sutrisno menyatakan data kasus kematian Covid-19 sejumlah daerah di Jatim saat ini tak layak untuk jadi dasar pengambilan kebijakan. Menurutnya, banyak kematian terkait Covid-19 yang tak dilaporkan.
Hingga kemarin, Jawa Timur menjadi penyumbang tertinggi kasus kematian Covid-19 mencapai 19.284 orang. Disusul Jawa Tengah 17.899 orang, DKI Jakarta 11.852 orang, Jawa Barat 8.886 orang, dan Yogyakarta 3.174 orang.
(yla/fra)