Lebih lanjut, Khairul meminta TNI terus mengingatkan para prajuritnya yang bertugas di lapangan, khususnya di Papua untuk berhati-hati dan disiplin. Menurutnya, kesalahan kecil dapat memicu masalah yang lebih besar.
"Setidaknya, mengingat Papua dalam waktu dekat akan menjadi tuan rumah hajatan olahraga nasional (PON), maka kesalahan sekecil apapun yang berpotensi memicu masalah dan ketidakpuasan yang meluas, harus dapat dihindari," ujarnya.
Dihubungi terpisah, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, Emanuel Gobay beranggapan bekal pemahaman terkait HAM untuk aparat yang bertugas di Papua adalah hal yang perlu. Pasalnya, aksi pelanggaran HAM oleh aparat keamanan memang kerap terjadi di Papua.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Emanuel tak bisa berbicara banyak ihwal apakah aparat memang sudah memiliki bekal pemahaman dan pengetahuan soal HAM. Menurutnya, yang mengetahui hal tersebut adalah internal institusi.
Jika melihat kondisi dan situasi di Papua, Emanuel hanya menyebut bahwa ada dua kemungkinan berkaitan dengan pemahaman HAM yang dimiliki oleh para aparat.
"Kalau dari fakta (aksi kekerasan) yang terjadi berulang ini, ada dua kemungkinan, yang pertama sudah disampaikan tapi kemudian diabaikan, kedua bisa saja tidak pernah disampaikan sama sekali sehingga tindakan brutal yang berujung pada pelanggaran HAM ini terus terjadi," ujarnya.
Menurut Emanuel, salah satu tugas dari aparat keamanan adalah melakukan perlindungan terhadap HAM. Ini, katanya, tercantum dalam Pasal 28I ayat 4 Undang-Undang Dasar 1945.
"Itu disampaikan berkaitan dengan perlidungan, penegakan dan penghormatan HAM itu adalah tugas negara melalui pemerintah, TNI ini adalah salah satu unsur pemerintah yang masuk dalam kategori alat negara. Jadi mereka ini punya tanggung jawab untuk melindungi HAM," ujarnya.
Emanuel turut mengamini soal perbedaan cara bertindak aparat di Papua dibanding dengan mereka yang bertugas di daerah lainnya. Ini, kata Emanuel, terjadi karena ada stigma yang disematkan untuk warga Papua, mulai dari separatis hingga teroris.
"Nah itu hanya ditujukan kepada orang Papua, kami belum pernah dapat ada fakta stigma separatis terhadap masyarakat adat Jawa atau masyarakat Kalimantan, itukan tidak ada stigma seperti begitu, tapi stigma itu hanya diberikan kepada orang Papua," katanya.
Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo menyampaikan permintaan maaf atas insiden anggota TNI AU menginjak kepala seorang warga Papua.
Fadjar mengakui jika insiden tersebut murni karena kesalahan anggotanya. Ia menegaskan bakal menindak tegas dua anggota TNI AU yang ada dalam video tersebut.
"Saya selaku KSAU ingin menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh saudara-saudara kita di Papua, khususnya warga di Merauke, terkhusus lagi kepada korban dan keluarganya," kata Fadjar.
(dis/fra)