Musim Diskon Hukuman Koruptor di Indonesia

CNN Indonesia
Jumat, 30 Jul 2021 12:54 WIB
Sejumlah terdakwa korupsi mendapat pemotongan hukuman di tingkat banding, kasasi, maupun peninjauan kembali. Terbaru Djoko Tjandra yang mendapat diskon hukuman.
ICW menila lembaga peradilan tak berpihak pada upaya pemberantasan korupsi dengan memberi diskon hukuman para koruptor. Ilustrasi (Istockphoto/bymuratdeniz)

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai fenomena diskon hukuman para koruptor memperlihatkan bahwa agenda pemberantasan korupsi saat ini tidak lagi menjadi perhatian. Lembaga peradilan dinilai tak berpihak pada pemberantasan korupsi.

Berdasarkan pemantauan persidangan, ICW menemukan rata-rata hukuman koruptor sepanjang tahun 2020 hanya 3 tahun 1 bulan penjara.

"Ini sekaligus memperlihatkan secara jelas bahwa lembaga kekuasaan kehakiman kian tidak berpihak pada upaya pemberantasan korupsi," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, Jumat (30/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kurnia menyoroti perihal Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang pedoman pemidanaan pada seluruh tingkat peradilan.

Perma itu berisi pedoman pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang satu di antaranya mengatur korupsi di atas Rp100 miliar dapat dipidana seumur hidup.

Kurnia meminta agar hakim di seluruh tingkatan peradilan dapat mengimplementasikan Perma tersebut.

"MA juga harus menegaskan sanksi apa yang dapat dijatuhkan kepada hakim ketika tidak mengikuti Perma 1/2020 ini. Misalnya, ketika hakim tidak mengikuti Perma maka dapat dijadikan alasan bagi masyarakat untuk melaporkan yang bersangkutan ke Badan Pengawas MA," ujarnya.

Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menuturkan banyak faktor yang melatarbelakangi pemberian diskon hukuman para pelaku korupsi menjadi marak pada akhir-akhir ini.

Di antaranya seperti perspektif korupsi yang dianggap bukan lagi kejahatan luar biasa hingga purnatugas almarhum Artidjo Alkostar.

"Itu kemudian seakan-akan setelah Artidjo enggak ada maka kemudian sesuatu menjadi keberbalikan. Dulu kalau Artidjo hukuman [koruptor] naik, nah sekarang kalaupun tidak naik, [hukuman] tetap," kata Boyamin.

Boyamin menyebut kondisi tersebut merupakan permasalahan yang sangat serius. Oleh karena itu, kata dia, setiap hakim yang memberikan vonis ringan terhadap terdakwa korupsi harus dilakukan pembinaan.

"Pertimbangan diskon hukuman sudah aneh-aneh. Itu harus jadi perhatian Komisi Yudisial dan Badan Pengawas MA untuk melakukan pembinaan. Kalau perlu orang-orang yang memutus itu tidak layak promosi, naik pangkat, dan sebagainya," ujarnya.

(ryn/fra)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER