Sejarawan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof Purnawan Basundoro mengatakan bahwa strategi atau siasat bunuh diri yang dilakukan pejuang Surabaya ini identik dengan aksi patriotik Kamikaze yang dilakukan Jepang.
Kamikaze merupakan serangan bunuh diri yang juga menghancurkan kekuatan inti lawan. Serangan ini dilakukan dengan cara menabrakkan pesawat yang dikendarai tentara Jepang ke arah musuh saat Pertempuran Okinawa 1944-1945.
"Saat itu pejuang melakukan berbagai siasat taktik peperangan. Bergerilya mirip dengan Kamikaze di Jepang," kata Purnawan kepada CNNIndonesia.com.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, menurutnya siasat bunuh diri itu adalah spontanitas para pejuang semata. Lantaran sebagian besar mereka adalah warga sipil non-militer yang sebenarnya tak benar-benar paham soal taktik peperangan.
"Itu wujud kenekatan pejuang yang memang sebagian besar adalah rakyat, dan bukan tentara militer," ucapnya.
Serangan-serangan yang tak pernah diduga oleh militer Inggris terjadi lantaran perang Surabaya tak sepenuhnya dilakoni oleh tentara reguler. Ada pula warga sipil, hizbullah hingga pelajar yang ikut serta.
Sejarawan Australia Frank Palmos dalam Surabaya 1945 Sakral Tanahku, menjuluki mereka 'Pejuang Jalanan'.
Mereka berlatar belakang berbeda, ada penjual kaki lima, pengemudi tram, pekerja angkut di pelabuhan dan stasiun, penjaga toko hingga kaum terpelajar. Baik laki-laki maupun perempuan rela turun ke jalan untuk berjuang.
Para perjuangan jalanan tidak menunggu perintah untuk melaksanakan serangan. Mereka muncul secara spontan penuh amarah dan menggeruduk pos-pos pertahanan Inggris dengan jumlah massa yang besar.
Api revolusi membubung begitu tinggi di Surabaya. Sedikitnya 16 ribu pejuang Indonesia gugur akibat perang selama tiga pekan. Namun, itu semua membuat Inggris dan Belanda terperangah.
Setelah itu, Inggris memutuskan untuk netral dan mendorong agar ada perundingan antara Belanda dan Indonesia ketimbang perang yang begitu merugikan.
"Pertempuran Surabaya merupakan titik balik bagi Belanda, karena peristiwa itu telah mengejutkan mereka dalam menghadapi kenyataan," tulis M.C. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern.
Perjuangan di sana menularkan semangat heroisme ke daerah lain di Indonesia. Sebagai bentuk penghormatan, 10 November lantas ditetapkan pemerintah sebagai Hari Pahlawan dengan Keppres Nomor 316 tahun 1959.
(frd/bmw)