Nestapa Masyarakat Adat di Balik Jubah Badui Presiden Jokowi

CNN Indonesia
Rabu, 18 Agu 2021 16:48 WIB
Jokowi disebut hanya bermain pada tataran simbolis saat mengenakan pakaian adat di acara kenegaraan. Masyarakat adat butuh tindakan konkret Jokowi.
Presiden Jokowi mengenakan pakaian adat Badui saat pidato kenegaraan di Sidang Tahunan MPR, Senin (16/8). (Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden)
Jakarta, CNN Indonesia --

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam dua hari terakhir tampil mengenakan pakaian adat saat menghadiri acara kenegaraan perayaan HUT ke-76 Kemerdekaan RI.

Jokowi mengenakan pakaian adat Badui saat memberikan pidato kenegaraan di Sidang Tahunan MPR, Senin (16/7). Sehari kemudian, presiden mengenakan pakaian adat Lampung ketika memimpin upacara peringatan hari kemerdekaan di Istana Negara. 

Selama empat tahun terakhir, Jokowi memang rutin mengenakan pakaian adat di acara peringatan hari kemerdekaan. Saat Jokowi mengenakan pakaian adat Badui Senin lalu, Kantor Staf Kepresidenan menyebut tujuan presiden tak hanya mengapresiasi keluhuran nilai-nilai adat dan budaya, tapi juga menangkal stigma negatif terhadap suku Badui.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Presiden mengangkat ke tingkat paling tinggi di salah satu acara kenegaraan. Hal ini dapat dimaknai sebagai cara presiden untuk menghentikan stigma dan makna negatif dari penyebutan suku Badui," kata Deputi II Kantor Staf Presiden (KSP) Abetnego Tarigan, dalam keterangan tertulisnya, Senin.

Hanya saja, upaya presiden mengangkat kebudayaan dan menepis stigma dengan cara demikian, dinilai tidak dibarengi dengan tindakan substantif menyelamatkan dan mengatasi masalah yang dialami masyarakat adat.

"Presiden hanya mengatakan itu bentuk penghormatan, tapi pada dasarnya tindakan beliau, kebijakan beliau tidak mencerminkan itu. Yang disebutkan integritas itu kan adalah apa yang dikatakan, tingkah laku dan tindakan itu sama," kata Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (17/8).

Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP), Jaleswari Pramodhawardani sebelumnya menyebut Presiden Jokowi juga memperhatikan masalah HAM bagi masyarakat adat lewat sejumlah kebijakan.

Jaleswari mencontohkan terbitnya Peraturan Presiden No. 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020- 2024 dibuat. PP itu menurut dia salah satu fokusnya mengatur penanganan pelanggaran HAM berat melalui upaya pemenuhan hak- hak korban.

Kemudian ada Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2021 Tentang rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2021-2025 juga telah dibuat.

"(Aturan ini) Memberikan fokus terhadap kelompok sasaran perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan kelompok masyarakat adat," jelasnya.

Di sisi lain Rukka menyebut ada banyak masalah yang dihadapi masyarakat adat yang belum diselesaikan pemerintah, baik dari segi aturan perundangan maupun penyelesaian konflik di lapangan. Dari segi aturan, Rukka mencontohkan hingga saat ini pemerintah tak juga merampungkan Undang-undang Masyarakat Adat.

Menurutnya, negara saat ini membutuhkan mekanisme yang jelas untuk mengatasi permasalahan adat. Mekanisme yang jelas itu bisa difasilitasi lewat aturan-aturan dalam UU Masyarakat Adat.

Ketiadaan mekanisme penyelesaian yang jelas dalam persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat membuat banyak kasus tidak selesai secara tuntas.

Rukka menyebut salah satunya adalah kasus penambangan emas ilegal di Gunung Liman, Kabupaten Lebak, Banten yang sempat mencuat awal tahun ini.

Dalam kasus itu, tokoh adat setempat meminta agar pemerintah dapat melakukan penindakan hukum secara tegas terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab atas penambangan emas ilegal yang mengakibatkan perusakan ekosistem di alam Gunung Liman.

Di tahun yang sama, AMAN juga mencatat sejumlah peristiwa kekerasan yang menimpa masyarakat adat, seperti perampasan wilayah adat di Tano Batak oleh perusahaan. Kasus lainnya penyerobotan wilayah adat masyarakat Tukan Hoken, Kabupaten Flores Timur yang dijadikan hak guna usaha satu perusahaan.

AMAN juga menyoroti perampasan wilayah Adat Laman Kinipan, Kalimantan Tengah. Rukka berkata penolakan masyarakat adat setempat telah berlangsung lama, dan mencuat pada 2018 lalu.

Negara harusnya membantu mencari solusi atas persoalan yang dihadapi masyarakat adat. Namun, yang terjadi sebaliknya. Rukka menyebut kehadiran negara di sejumlah kasus justru berbuah kriminalisasi pada tetua adat setempat.

Rukka mengingatkan kasus adat di Laman Kinipan. Pada 26 Agustus 2020 lalu, Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan, Effendi Buhing ditangkap polisi karena terlibat konflik lahan dengan PT SML. Dia dilaporkan perusahaan itu karena diduga mencuri. Namun belakangan, dia dibebaskan aparat.

Deretan kasus tersebut, kata Rukka, lazim terjadi di tengah gemintang simbolis Jokowi mengenakan pakaian adat sejak 2017 lalu. 

"Pada catatan akhir tahun 2020, AMAN mendokumentasikan sedikitnya terdapat 40 kasus kriminalisasi dan kekerasan terhadap Masyarakat Adat sepanjang 2020. Pada periode Januari hingga Mei tahun lalu saja, diperkirakan seluas 1.488 hektar hutan di Papua," jelasnya.

"Kita kan sudah tiga kali bertemu Jokowi ya, satu saat beliau maju jadi calon presiden, kemudian dua kali sejak beliau jadi presiden. Dan, ketika bertemu itu kan seolah-olah beliau betul-betul berkomitmen, betul-betul concern. Tapi, tidak begitu kan ternyata," tambahnya.

Presiden Jokowi disebut tak bisa sekadar bermain simbol karena segala tindak-tanduknya akan dapat sorotan kritis. Baca halaman selanjutnya....

Jokowi Tak Bisa Sekedar Main Simbol

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER