LBH: Mural Jokowi 404 Tak Bisa Dijerat Kasus Lambang Negara

CNN Indonesia
Rabu, 18 Agu 2021 13:43 WIB
LBH Jakarta menilai lambang negara bukan presiden. Karena itu, polisi tak bisa menjerat pidana pembuat mural "Jokowi 404: Not Found".
Seorang warga berjalan di depan mural wajah Presiden Republik Indonesia di Cipondoh, Kota Tangerang, Banten, Senin (9/8/2021). (ANTARA FOTO/FAUZAN)
Jakarta, CNN Indonesia --

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai pihak kepolisian tidak bisa menjerat pidana pembuat mural "Jokowi 404: Not Found" dengan dalih lambang negara.

Pengacara publik LBH Jakarta Shaleh Al Ghifari menjelaskan pesan masyarakat melalui mural bergambar mirip Presiden Jokowi, maupun grafiti "Tuhan Aku Lapar" merupakan ekspresi dan kritik warga terhadap pejabat negara, bukan presiden sebagai individu.

Dalih presiden sebagai lambang negara pun dianggap telah gugur sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 36A UUD 1945 dan Pasal 1 ayat (3) jo Pasal 46 UU No. 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan, yang menyebutkan bahwa lambang negara Indonesia bukanlah presiden, tetapi Garuda Pancasila.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 013-022/PUU-IV/2006 diketahui bahwa Pasal 134, 136, dan 137 KUHP terkait delik penghinaan presiden dinilai bertentangan dengan konstitusi sehingga harus dibatalkan.

"Jika pun ada yang keberatan atau dinilai terdapat dugaan pelanggaran, sifatnya adalah keperdataan atau pelanggaran administratif," katanya melalui keterangan resmi LBH Jakarta, Selasa (17/8).

Dia menyebut pihak yang dapat mengajukan keberatan adalah pemilik tempat di mana mural dan grafiti berada. Hal itu, menurutnya, semestinya dapat diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian sengketa kerugian keperdataan atau administrasi bukan pendekatan penegakan hukum pidana.

LBH Jakarta menilai mural tersebut sebagai bentuk kritik dan ekspresi terhadap pemerintah yang disampaikan lewat seni. Kebebasan berekspresi ini dijamin oleh UUD 1945, Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Sipil yang telah diratifikasi melalui UU Nomor 12 tahun 2005, serta UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

Karenanya mural tersebut tidak dapat dibatasi dan dihapus secara serampangan oleh pemerintah.

"Penghapusan dan ancaman kriminalisasi terhadap masyarakat pembuat mural dan grafiti adalah tindakan represi dan pembungkaman terhadap ekspresi dan aspirasi masyarakat," ujarnya.

LBH Jakarta menilai tidak ada alasan yang dapat dijadikan pembenaran oleh kepolisian untuk menghapus dan mengkriminalkan pembuat mural tersebut.

Pasalnya, pembatasan kebebasan berekspresi harus didasarkan pada ketentuan undang-undang, untuk melindungi kepentingan publik, keamanan nasional, melindungi hak orang lain serta untuk tujuan yang sah.

LBH Jakarta pun mendesak presiden memerintahkan Kapolri agar menginstruksikan jajaran di bawahnya untuk menghormati kebebasan berekspresi. Pihaknya juga mendesak Polri dan Menteri Dalam Negeri agar jajaran dibawahnya serta Satpol PP untuk menghormati hak kemerdekaan berekspresi dan berpendapat, serta menghentikan tindakan represif pelarangan dan penghapusan mural/grafiti bermuatan kritik terhadap pemerintah.

"Tindakan penghapusan mural dan grafiti tersebut merupakan bukti nyata kemunduran demokrasi yang ditandai dengan ruang kebebasan berekspresi dan berpendapat yang terus menyempit serta menunjukkan bahwa pemerintah semakin anti terhadap kritik masyarakat," tegasnya.

Polsek Batuceper Tangerang telah memeriksa dua orang saksi atas pembuatan mural bergambar "Jokowi 404: Not Found" di Kota Tangerang. Polisi menghapus mural tersebut karena menafsirkan gambar mirip Jokowi itu sebagai lambang negara pemimpin tertinggi Polri yang mesti dilindungi.

"Tetap diadakan penyelidikan untuk pengusutan gambar-gambar itu. (Pelaku) masih dicari, tetap akan dicari," kata Kasubag Humas Polres Metro Tangerang Kota, Kompol Abdul Rachim, Jumat (13/8).

(tfq/pmg)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER