Jakarta, CNN Indonesia --
Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menilai kondisi penularan dan dampak Covid-19 di Indonesia bisa terancam jauh lebih buruk daripada di Amerika Serikat (AS) jika mudah terlena dalam penanganan pandemi.
Dicky merespons situasi terkini, terutama terkait kebijakan pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan kegiatan Masyarakat (PPKM) hingga rencana pengendoran protokol kesehatan di Indonesia.
Diketahui, beberapa kegiatan dan pusat perbelanjaan dilonggarkan oleh pemerintah pada PPKM berlevel kali ini. Pusat perbelanjaan dibuka dengan kapasitas 50 persen, padahal sebelumnya hanya boleh 25 persen. Pembelajaran tatap muka juga mulai diperbolehkan dengan kapasitas 50 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dicky menilai, kondisi Covid-19 di Amerika Serikat (AS) bisa jadi cerminan untuk di Indonesia mendatang. Negara itu kembali mengalami lonjakan kasus usai melonggarkan protokol kesehatan karena persentase vaksinasi yang dinilai sudah cukup besar.
Pada Rabu (18/8), AS mencatat 162.724 kasus Covid-19 baru dalam sehari. Jumlah itu meningkat setelah AS sebelumnya berhasil mencapai tidak lebih dari 50 ribu kasus Covid-19 setiap harinya pada Juni-Juli.
Di tengah lonjakan itu, sejumlah negara bagian Paman Sam itu masih memperdebatkan kewajiban menggunakan masker.
"Pelajaran penting dari Amerika ini bahwa kita jangan terlena. Kita bisa lebih buruk," kata Dicky kepada CNNIndonesia.com, Jumat (20/8).
Dicky mengatakan, mungkin saat ini, kasus pertambahan positif Covid-19 di Indonesia mulai melandai. Namun, penurunan itu tidak bisa dijadikan alasan lantaran tes, telusur, dan tindak lanjut (3T) masih rendah di Indonesia.
Berdasarkan data Satuan Tugas (Satgas) penanganan Covid-19, pertambahan kasus positif di Indonesia selama lima hari terakhir rata-rata 19 ribu per hari. pertambahan itu, lebih kecil dari lima hari sebelumnya, yakni dengan rata-rata pertambahan 29 ribu per hari.
Namun, jumlah tes masih jauh dari target. Selama lima hari terakhir, jumlah tes secara nasional masih di bawah 200 ribu.
Per Jumat (20/8), kasus positif virus corona (Covid-19) bertambah sebanyak 20.004. Jumlah spesimen yang diperiksa per hari ini sebanyak 202.484 sampel.
Dengan tambahan itu, kini total positif Covid-19 sejak awal pandemi mencapai 3.950.304 kasus.
Sehari sebelumnya, Kamis (19/8) pertambahan kasus positif mencapai 22.534 orang dengan jumlah orang yang dites sebanyak 115.108. Dua hari lalu, Rabu (18/8) mencapai 15.768 orang dari total tes 78.624 orang.
Kemudian, Selasa (17/8) mencapai 20.741 orang dari total tes 101.426. Senin (16/8) mencapai 17.284 dengan tes 78.377 dan Minggu (15/8) mencapai 20.813 orang dengan total tes per hari itu sebanyak 89.768 orang.
Dicky menilai, pelandaian itu masih berpotensi mengalami perburukan. Ia memprediksi lonjakan kasus bisa kembali terjadi di Indonesia pada September mendatang.
"Jadi kita jangan abai, jangan cepat berpuas diri ketika ini mulai melandai. Itu masih jauh perjalanan. Dan ingat kita ini negara kepulauan. Masih banyak masalah kita," ucap Dicky mewanti-wanti.
"Beberapa prediksi kita, bahkan September bisa meningkat lagi di Indonesia ini," imbuhnya.
Dicky menyatakan kartu vaksinasi minimal dosis pertama juga tak bisa menjadi kunci untuk pelonggaran kegiatan di masyarakat. Ia menilai, di AS saja yang cakupan vaksinasinya lebih tinggi bisa kembali melonjak.
Dilansir dari The Guardian per 15 Agustus 2021 lalu, sekitar 60 persen populasi AS telah disuntik vaksin satu dosis dan hampir 51 persen telah divaksinasi penuh. Merujuk Pusat Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, seperti dikutip dari CNN, sekitar 93 persen populasi negara itu berada di area transmisi tinggi penularan Covid-19.
Sementara itu, berdasarkan data Kemenkes warga Indonesia per Jumat (20/8) pukul 12.00 WIB, jumlah yang sudah divaksinasi dosis pertama telah mencapai 56.504.055 atau naik 458.124 dosis dari kemarin. Sementara dosis kedua 30.753.137 atau naik 384.612 dosis dari hari sebelumnya.
Pada Kamis (19/8) yang sudah mendapatkan vaksinasi dosis pertama sebanyak 55.660.964 orang atau 26,73 persen. Lalu, vaksinasi dosis kedua tercatat 29.877.726 orang atau 14,35 persen. Pemerintah RI diketahui berupaya menggenjot vaksinasi dengan target 208.265.720 orang untuk mencapai kekebalan kelompok (herd immunity) atas virus corona.
"Pada satu negara dengan cakupan vaksinasi tinggi saja ya bisa mengalami perburukan situasi," ujar Dicky.
Ketimpangan Vaksin
Namun, permasalahan vaksinasi di AS dan di Indonesia juga tampaknya memiliki permasalahan yang sama, yaitu ketimpangan.
Sebanyak 90 juta orang masih belum divaksinasi di AS. Di 10 negara bagian, tingkat vaksinasi lebih dari 58 persen. Namun, di 10 negara bagian lainnya, cakupan vaksinasi lengkap bahkan masih di bawah 41 persen.
Di Indonesia, vaksinasi dosis pertama yang cakupannya di atas 50 persen hanya tiga provinsi, yakni DKI Jakarta (110,06 persen), Bali (91,6 persen) dan Yogyakarta (70,84 persen).
Di luar tiga provinsi itu, di bawah 50 persen. Bahkan, Lampung baru mencapai 10,8 persen. Data itu dimutakhirkan pada 18 Agustus 2021.
Dicky menyebut, meski cakupan dan pemerataan vaksinasi terjadi, tetap tidak cukup menjadi acuan.
"Vaksinasi itu adalah strategi yang sifatnya memperkuat strategi utamanya dalam pengendalian wabah ini yang esensial, yaitu apa? 3T nya," katanya.
[Gambas:Photo CNN]
Dia lantas mencontohkan kondisi Covid-19 di Australia. Di negara kanguru itu warga tak perlu menggunakan kartu vaksin untuk melakukan perjalanan di dalam negeri. Meski begitu, poten laju penularan kecil karena strategi esensial diterapkan.
"Kalau di dalam negeri enggak ada dan ke mana mana juga enggak ada. Tapi aman. Kenapa? Karena positivity rate nya di bawah 1 persen, sering kali 0 persen dan untuk beberapa negara bagian seperti Queensland," kata Dicky.
"Itu hanya bisa terjadi kalau 3T nya kuat jadi enggak perlu turunan-turunan pembatasan harus ini itu. Jadi akan hilang dengan sendirinya ketika kita memperkuat strategi yang esensial, yaitu 3T 5M dan vaksinasi," imbuhnya.
Analisis Kemenkes dan Satgas soal Penurunan Kasus Covid
Sebagai catatan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengklaim penurunan kasus harian virus corona (covid-19) di Indonesia dalam lima hari terakhir terjadi lantaran dampak dari pada PPKM Level 2-4.
Direktur Pencegahan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kemenkes Siti Nadia Tarmizi juga menambahkan, vaksinasi Covid-19 berdampak pada penurunan kasus. Ia menyebut, sedari awal vaksinasi memang bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian, serta diharapkan dapat menekan laju penularan covid-19 di Tanah Air.
"Kasus memang turun ya, dampak PPKM dan vaksinasi," kata Nadia melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Jumat (20/8).
Nadia belum bisa memastikan apakah PPKM Level 2-4 akan diperpanjang lagi, ataupun mulai direlaksasi dalam waktu dekat. Ia menyebut, kebijakan pemerintah dinamis mengikuti perkembangan situasi Covid-19 setiap daerah.
Dihubungi terpisah, Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyebut penurunan kasus covid-19 akhir-akhir ini merupakan kumulatif keberhasilan dari pemerintah dan masyarakat yang berkolaborasi dalam mengendalikan pandemi Covid-19.
[Gambas:Video CNN]
Berdasarkan data Satgas Covid-19, kasus harian konfirmasi terpapar virus corona secara konsisten berada di bawah 30 ribu kasus selama lima hari berturut-turut. Pada 14 Juli, terjadi penambahan harian sebanyak 28.598 kasus. 15 Juli, penambahan turun menjadi 20.813 kasus. Kemudian pada 16 Juli kembali berkurang menjadi 17.384 kasus.
Selanjutnya pada 17 Juli terlihat kembali mengalami kenaikan namun masih di rentang 20.741 kasus. Lalu pada 18 Juli turun menjadi 15.768 kasus, namun pada 19 Juli kembali naik menjadi 22.053 kasus. Dan, pada 20 Juli turun lagi 20.004 kasus baru.
"Kita patut bersyukur dengan pencapaian ini. Hal ini adalah hasil kerja keras masyarakat, serta masyarakat yang konsisten menjalankan pengendalian Covid-19," kata Wiku kepada CNNIndonesia.com, Jumat.