Dicky menyatakan kartu vaksinasi minimal dosis pertama juga tak bisa menjadi kunci untuk pelonggaran kegiatan di masyarakat. Ia menilai, di AS saja yang cakupan vaksinasinya lebih tinggi bisa kembali melonjak.
Dilansir dari The Guardian per 15 Agustus 2021 lalu, sekitar 60 persen populasi AS telah disuntik vaksin satu dosis dan hampir 51 persen telah divaksinasi penuh. Merujuk Pusat Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, seperti dikutip dari CNN, sekitar 93 persen populasi negara itu berada di area transmisi tinggi penularan Covid-19.
Sementara itu, berdasarkan data Kemenkes warga Indonesia per Jumat (20/8) pukul 12.00 WIB, jumlah yang sudah divaksinasi dosis pertama telah mencapai 56.504.055 atau naik 458.124 dosis dari kemarin. Sementara dosis kedua 30.753.137 atau naik 384.612 dosis dari hari sebelumnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada Kamis (19/8) yang sudah mendapatkan vaksinasi dosis pertama sebanyak 55.660.964 orang atau 26,73 persen. Lalu, vaksinasi dosis kedua tercatat 29.877.726 orang atau 14,35 persen. Pemerintah RI diketahui berupaya menggenjot vaksinasi dengan target 208.265.720 orang untuk mencapai kekebalan kelompok (herd immunity) atas virus corona.
"Pada satu negara dengan cakupan vaksinasi tinggi saja ya bisa mengalami perburukan situasi," ujar Dicky.
Namun, permasalahan vaksinasi di AS dan di Indonesia juga tampaknya memiliki permasalahan yang sama, yaitu ketimpangan.
Sebanyak 90 juta orang masih belum divaksinasi di AS. Di 10 negara bagian, tingkat vaksinasi lebih dari 58 persen. Namun, di 10 negara bagian lainnya, cakupan vaksinasi lengkap bahkan masih di bawah 41 persen.
Di Indonesia, vaksinasi dosis pertama yang cakupannya di atas 50 persen hanya tiga provinsi, yakni DKI Jakarta (110,06 persen), Bali (91,6 persen) dan Yogyakarta (70,84 persen).
Di luar tiga provinsi itu, di bawah 50 persen. Bahkan, Lampung baru mencapai 10,8 persen. Data itu dimutakhirkan pada 18 Agustus 2021.
Dicky menyebut, meski cakupan dan pemerataan vaksinasi terjadi, tetap tidak cukup menjadi acuan.
"Vaksinasi itu adalah strategi yang sifatnya memperkuat strategi utamanya dalam pengendalian wabah ini yang esensial, yaitu apa? 3T nya," katanya.
Dia lantas mencontohkan kondisi Covid-19 di Australia. Di negara kanguru itu warga tak perlu menggunakan kartu vaksin untuk melakukan perjalanan di dalam negeri. Meski begitu, poten laju penularan kecil karena strategi esensial diterapkan.
"Kalau di dalam negeri enggak ada dan ke mana mana juga enggak ada. Tapi aman. Kenapa? Karena positivity rate nya di bawah 1 persen, sering kali 0 persen dan untuk beberapa negara bagian seperti Queensland," kata Dicky.
"Itu hanya bisa terjadi kalau 3T nya kuat jadi enggak perlu turunan-turunan pembatasan harus ini itu. Jadi akan hilang dengan sendirinya ketika kita memperkuat strategi yang esensial, yaitu 3T 5M dan vaksinasi," imbuhnya.
Sebagai catatan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengklaim penurunan kasus harian virus corona (covid-19) di Indonesia dalam lima hari terakhir terjadi lantaran dampak dari pada PPKM Level 2-4.
Direktur Pencegahan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kemenkes Siti Nadia Tarmizi juga menambahkan, vaksinasi Covid-19 berdampak pada penurunan kasus. Ia menyebut, sedari awal vaksinasi memang bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian, serta diharapkan dapat menekan laju penularan covid-19 di Tanah Air.
"Kasus memang turun ya, dampak PPKM dan vaksinasi," kata Nadia melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Jumat (20/8).
Nadia belum bisa memastikan apakah PPKM Level 2-4 akan diperpanjang lagi, ataupun mulai direlaksasi dalam waktu dekat. Ia menyebut, kebijakan pemerintah dinamis mengikuti perkembangan situasi Covid-19 setiap daerah.
Dihubungi terpisah, Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyebut penurunan kasus covid-19 akhir-akhir ini merupakan kumulatif keberhasilan dari pemerintah dan masyarakat yang berkolaborasi dalam mengendalikan pandemi Covid-19.
Berdasarkan data Satgas Covid-19, kasus harian konfirmasi terpapar virus corona secara konsisten berada di bawah 30 ribu kasus selama lima hari berturut-turut. Pada 14 Juli, terjadi penambahan harian sebanyak 28.598 kasus. 15 Juli, penambahan turun menjadi 20.813 kasus. Kemudian pada 16 Juli kembali berkurang menjadi 17.384 kasus.
Selanjutnya pada 17 Juli terlihat kembali mengalami kenaikan namun masih di rentang 20.741 kasus. Lalu pada 18 Juli turun menjadi 15.768 kasus, namun pada 19 Juli kembali naik menjadi 22.053 kasus. Dan, pada 20 Juli turun lagi 20.004 kasus baru.
"Kita patut bersyukur dengan pencapaian ini. Hal ini adalah hasil kerja keras masyarakat, serta masyarakat yang konsisten menjalankan pengendalian Covid-19," kata Wiku kepada CNNIndonesia.com, Jumat.