Pakar: Kematian Covid Tinggi Imbas Gagal Respons di Hulu

CNN Indonesia
Sabtu, 21 Agu 2021 06:30 WIB
Ilustrasi. Epidemiolog menilai masih tingginya kematian Covid-19 saat ini merepresentasikan kegagalan rangkaian yang dilakukan sejak sebulan sebelumnya (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia --

Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menilai tingginya kasus kematian selama sebulan terakhir merupakan imbas dari keterlambatan dan kegagalan hulu dalam penanganan pandemi Covid-19.

Berdasarkan data Satgas, selama sebulan lebih kasus kematian di Indonesia konsisten di atas 1.000 kasus per hari sejak 16 Juli lalu.

Bahkan, pada 27 Juli dan 10 Agustus, pertambahan kasus kematian di Indonesia tembus 2 ribu kasus.

"Sekali lagi angka kematian adalah satu indikator penting pandemi yang posisinya itu ada di Indikator telat. Artinya, kalau itu terjadi, ada ketelatan respons dan ada kegagalan respons di hulu," ucap Dicky kepada CNNIndonesia.com, Jumat (20/8).

Dicky lebih lanjut menjelaskan, kegagalan respons di hulu tersebut bisa merembet hingga hilir atau pihak pelaksana di setiap wilayah.

Tingginya kematian saat ini, menurut Dicky, merepresentasikan kegagalan rangkaian yang dilakukan sejak sebulan sebelumnya. Rangkaian yang dimaksud adalah tes, telusur, dan tindak lanjut (3T) di lapangan.

Jika kasus terlambat terdeteksi, kata dia, akan berimbas pada keterlambatan treatment atau tindak lanjut. Hal itu yang menyebabkan kematian tinggi. Itu pun, kata Dicky, masih banyak yang belum tercatat juga.

Dicky menyebut, selain terlambat 3T. Jumlah tes juga masih rendah. Hal itu terlihat dari positivity rate alias rasio kasus warga terpapar virus corona. Ditambah lagi, banyak warga yang terpapar namun tidak terdeteksi karena tidak dilakukan pemeriksaan.

Pada hari ini saja, Jumat (20/8) positivity rate Indonesia masih berada di 17.57 persen. Sebelumnya, Kamis (19/8) sebanyak 19,5 persen. Angka itu melewati ambang batas positivity rate yang telah ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 5 persen.

Dicky menyatakan, akibat keterlambatan tes dan tracing itu menyebabkan data yang dicatat oleh Satgas tidak memperlihatkan jumlah yang sebenarnya.

"Kalau bicara 1.000 kasus kematian per hari. Setidaknya ada di atas 100 ribu kasus infeksi pada 1.000 kematian itu. Tapi faktanya, selama PPKM ini saja paling banter di 50 ribuan artinya wajar kematian ini tinggi dan terus terjadi dan ini underreported," jelasnya.

Ia menyarankan, jika pemerintah ingin menurunkan jumlah orang yang meninggal karena Covid-19 maka harus diperbaiki dari hulunya. Ia menyebut pemerintah harus menerapkan strategi yang esensial yaitu 3T.

"Jadi penyebabnya di minimnya 3T jadinya ada keterlambatan merujuk dan menangani. Maka solusinya 3T lagi," ucapnya.

(yla/kid)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK