Jakarta, CNN Indonesia --
Sejumlah epidemiolog meminta pemerintah fokus untuk mengejar target vaksinasi Covid-19 daripada membahas rencana booster vaksin berbayar yang akan diberlakukan pada tahun depan.
Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane, mengaku bingung dengan rencana pemerintah yang mulai mematok harga untuk booster vaksin.
"Kewajibannya kan mencapai target 70 persen untuk herd immunity. Jadi, capai dulu target baru bicara hal lainnya" kata Masdalina kepada CNNIndonesia.com, Rabu (25/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rencana skema booster vaksinasi berbayar sebelumnya disampaikan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin. Budi mengklaim rencana tersebut telah mendapat lampu hijau dari Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Jika diberlakukan, booster vaksin berbayar rencananya akan dipatok harga sekitar Rp100 ribu. Skema pembiayaan bisa melalui penerima bantuan iuran (PBI), bagi peserta BPJS Kesehatan, dan biaya mandiri bagi masyarakat umum.
"Diskusi dengan presiden sudah diputuskan oleh beliau kalau kemungkinan yang akan dibayari negara adalah yang penerima bantuan iuran, sedangkan yang lain akan dimasukkan dengan skema umum," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR, Rabu (25/8).
Meski ada skema umum yang biayanya dibebankan ke masyarakat, Budi mengklaim jaminan bahwa harga vaksin booster tidak akan mahal. Menurut perhitungan pemerintah, harga suntikan hanya akan berkisar antara US$7-US$8 sekali suntik.
"Artinya tidak sampai Rp100 ribu. Sekitar Rp100 ribuan dan bisa dilakukan yang bersangkutan," katanya.
Ia mengatakan pemerintah akan melaksanakan program itu secara pelan pelan.
"Sehingga masyarakat bisa memilih," katanya.
Wacana vaksin berbayar yang kembali digaungkan pemerintah itu pun mendapatkan respons negatif dari DPR. Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio mengkritisi rencana implementasi vaksinasi mandiri atau berbayar pada tahun depan itu dengan mengaitkan pada realisasi dari vaksin gratis yang masih rendah.
Eko memaparkan informasi yang ia terima, realisasi penyuntikan vaksin dosis kedua saja baru 15,67 juta orang. Data ini terhitung per 24 Agustus 2021.
"Tingkat vaksinasi 24 Agustus 2021 baru 15,67 juta untuk dosis kedua. Masih didukung anggaran negara Rp57 triliun. Yang gratis saja masih tipis," ungkap Eko dalam rapat bersama pemerintah, Rabu (25/8).
Selain realisasi yang masih kecil, ia juga mengkritik vaksinasi juga masih terpusat di Jabodetabek. Vaksinasi juga masih terganjal keengganan masyarakat.
"Vaksinasi belum cukup luas, masih terpusat di Jabodetabek. Itu pun masih pakai gimmick terutama di mal tidak boleh masuk, kalau di daerah justru banyak tidak mau divaksin," ujar Eko.
Epidemiolog Ingatkan soal Target Herd Immunity di halaman selanjutnya.
Sementara itu, epidemiolog dari Universitas Airlangga, Windhu Purnomo mengatakan booster vaksin berbayar tak jadi soal selagi tak mengambil jatah vaksin yang kini digunakan masyarakat.
Namun, ia menegaskan agar rencana itu sebaiknya diberlakukan setelah target vaksin pemerintah tercapai kepada 208 juta penduduk.
Ia mendorong pemerintah untuk merampungkan vaksin pada pada awal 2022. Selain itu, target tersebut bahkan hanya kepada 70 persen populasi, melainkan kepada seluruh populasi penduduk.
Windhu khawatir target kekebalan kelompok (herd immunity) tidak akan tercapai jika vaksinasi hanya dilakukan kepada 70 persen penduduk. Pasalnya, merk vaksin yang digunakan pemerintah saat ini tak cukup memiliki efikasi yang kuat.
"Diharapkan awal tahun 2022 seluruh sasaran yang 208 juta penduduk sudah akan tervaksinasi lengkap dua dosis. Setelah itu baru ah booster diberikan," kata Windhu kepada CNNIndonesia.com, Rabu (25/8).
Selain Menkes, Menkeu Sri Mulyani angkat suara soal rencana pengadaan vaksin berbayar atau mandiri bagi masyarakat pada tahun depan. Sebelumnya, rencana vaksin berbayar berulang kali dibatalkan Presiden Jokowi selama pandemi Covid-19 ini, lalu dimodifikasi kembali jajarannya di pemerintah.
Terakhir adalah Vaksin Gotong Royong (GR) Individu yang bisa dibeli di jaringan apotek pelat merah, Kimia Farma. Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 23 Tahun 2021 yang mengatur vaksin berbayar via Kimia Farma itu kemudian dicabut pada awal Agustus ini setelah dinyatakan batal oleh Jokowi.
Terkait rencana vaksin berbayar tahun depan, Sri Mulyani mengatakan sebenarnya pemerintah tetap mengalokasikan APBN untuk pengadaan vaksin gratis kepada masyarakat demi mengejar kekebalan komunal (herd immunity). Dana yang disiapkan sebanyak Rp35 triliun sampai Rp36 triliun di RAPBN 2022.
"Di dalam RAPBN memang disebutkan kemungkinan vaksin mandiri, namun kita tetap mencadangkan anggaran pengadaan vaksin," ujarnya saat konferensi pers APBN KiTa edisi Agustus 2021, Rabu (25/8).
Kendati begitu, pemerintah melihat potensi perubahan wabah covid-19 dari pandemi menjadi endemi. Hal ini membuat kebutuhan vaksin akan terus berlanjut pada tahun depan dan bukan tidak mungkin perlu terus disuntikkan sebagai booster.
"Namun, nanti seiring dengan kemungkinan terjadinya perubahan pandemi menjadi endemi dan tentu akan memunculkan kebutuhan untuk mereka yang akan melakukan booster, maka kita memungkinkan untuk dibuka kemungkinan vaksin mandiri," jelas Ani.
Sebagai informasi wacana vaksin berbayar udah bergulir akhir tahun lalu. Kala itu, pemerintah berencana hanya menggratiskan vaksin untuk 30 persen penduduk. Namun rencana itu batal setelah dihantam hujan kritik.
"Setelah menerima masukan dari masyarakat, dan setelah kalkulasi ulang, melakukan perhitungan ulang mengenai keuangan negara, dapat saya sampaikan vaksin Covid untuk masyarakat gratis," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, 16 Desember 2020, disiarkan kanal Youtube Sekretariat Presiden.
Tahun berganti, wacana vaksin berbayar kembali berhembus. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memaparkan rencana vaksinasi mandiri di hadapan DPR RI. Dia berkata vaksinasi mandiri sebagai bagian dari percepatan vaksinasi massal. Ia menyebut vaksin berbayar hanya bisa dibeli perusahaan untuk menyuntik para karyawannya.
Rencana itu pun dipertimbangkan Jokowi. Pada Januari lalu, Jokowi mengaku mendapat bisikan dari sejumlah pengusaha terkait rencana vaksin berbayar. Belakangan diketahui Kamar Dagang Indonesia (Kadin) berperan menggagas rencana tersebut.
Pemerintah mengeksekusi rencana itu lewat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021. Vaksinasi Gotong Royong bergulir sejak 18 Mei. Perusahaan diperbolehkan membeli vaksin sendiri dengan sejumlah syarat. Salah satu di antaranya adalah tak boleh menggunakan merek vaksin yang sama dengan vaksinasi program pemerintah, dan biaya ditanggung perusahaan.
Sebulan berjalan, aturan berubah. Pemerintah membolehkan Vaksinasi Gotong Royong menggunakan merek vaksin yang sama dengan yang digunakan pemerintah. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 18 Tahun 2021. Tak sampai sebulan, peraturan kembali berubah.
Ketika Permenkes 23/2021 lahir yang mengatur soal vaksin GR individu. Permenkes tersebut kemudian gugur setelah pemerintah dihantam, lalu Jokowi menyatakan batal untuk pelaksanaan vaksin GR individu tersebut.
[Gambas:Photo CNN]