Dia meminta Kemensos melakukan peninjauan kembali pengelolaan panti sosial baik binaan atau swasta agar tak terjadi kasus kekerasan pada penyandang disabilitas mental.
Kemensos juga diminta memastikan tenaga pengelola panti sosial berkemampuan untuk merawat para penyandang disabilitas mental, selain juga memastikan ketersediaan fasilitas penunjang kesehatan yang memadai.
"Jadi kami minta kepada Kemensos langkah serius untuk menangani ini, mereview standar akreditasi panti, memerintahkan pengelola panti sosial untuk bersifat terbuka dan capable menjalankan pembinaan pada penyandang disabilitas mental," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kementerian Sosial (Kemensos) Eva Rahmi Kasim menjelaskan beberapa kendala yang dihadapi pihaknya dalam penanganan Orang Dengan Gangguan Kejiwaan (ODGJ) atau penyandang disabilitas mental.
Rahmi mengatakan, penyandang disabilitas mental seringkali dibawa ke panti sosial naungan Kemensos oleh Satpol PP atau pemda tanpa membawa identitas. Sehingga Kemensos kesulitan melakukan pendataan penyandang disabilitas sosial by name by address.
"Kami menerima rujukan macam-macam, ada perorangan, Satpol PP, kadang dari daerah tapi tidak ada identitas penyandang disabilitas mental tersebut," kata Eva dalam diskusi virtual bersama Komnas HAM.
Selain masalah identitas, Kemensos juga kerap kali menemukan panti sosial berkedok sebagai rumah pengobatan atau rumah rehabilitasi yang dibuat oleh warga setempat. Namun tempat tersebut digunakan sebagai panti sosial untuk penyandang disabilitas mental.
Sehingga seringkali ditemukan kasus pemasungan, pengurungan, atau kasus kekerasan di luar panti binaan Kemensos. Eva menilai hal itu dikarenakan pengelola panti tidak mengetahui bagaimana melakukan pembinaan yang tepat pada penyandang disabilitas mental.
"Terkait persoalan panti swasta itu memang terkadang tidak terdaftar sebagai panti sosial tapi sebagai pelayanan pengobatan. Kami tidak bisa memungkiri ada niat baik untuk memberikan tempat layanan tapi tidak tahu bagaimana cara memperlakukannya, jadi ini [pemasungan] sering diartikan sebagai salah perlakuan," jelas Eva.
Pihaknya juga mengklaim jumlah penyandang disabilitas mental setiap tahunnya selalu meningkat. Meski Eva tidak merinci berapa kenaikan jumlah tersebut setiap tahunnya.
Namun menurutnya kondisi demikian menjadi kendala dalam program pembinaan penyandang disabilitas mental di panti sosial. Selain jumlah panti sosial binaan Kemensos yang terbatas, ada juga kendala SDM tenaga kesehatan yang menangani penyandang disabilitas mental.
"Jadi ada overload di panti-panti. Angka kejadian orang yang mengalami gangguan kejiwaan dari tahun ke tahun terus meningkat. Ini menjadi pembelajaran bagi kami bagaimana menyiapkan layanan berbasis komunitas, dengan SDM yang capable," tuturnya.