Surabaya, CNN Indonesia --
Kelestarian ekologi serta adat di area konservasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Jawa Timur, dinilai terancam oleh pembangunan proyek infrastruktur wisata. Sejumlah pohon besar pun dibabat tanpa mempertimbangkan ekologi dan kultur.
TNBTS merupakan kawasan konservasi dengan luas 50.276,20 hektare yang secara administratif terletak di wilayah Kabupaten Malang, Pasuruan, Probolinggo dan Lumajang.
Berdasarkan temuan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur, kawasan konservasi di Jemplang, yang berada di daerah administrasi Dusun Jarak Ijo, Ngadas, Poncokusumo, Malang, menjadi sasaran proyek tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada rencana pembangunan wisata buatan di area TNBTS. Ini celaka karena taman nasional akan dijadikan taman hiburan," kata Ketua Dewan Daerah Walhi Jatim Purnawan Dwikora, kepada CNNIndonesia.com, Rabu (11/9).
Di Kawasan sekitar Jemplang Penthongan, proyek diperkirakan akan berdiri di lahan seluas 1,6 hektare. Area ini, kata dia, diberikan pemerintah kepada pihak investor untuk IUSPA (Ijin Usaha Sarana Pariwisata Alam).
Purnawan menyebut sejumlah bangunan, seperti restoran, anjungan, canopy bridge atau jembatan kaca gantung, serta penginapan berkonsep glamping (tenda eksklusif) akan didirikan di lokasi ini.
"Izin diberikan langsung oleh menteri," ucapnya.
Meski secara aturan proyek ini tak menyalahi karena dibangun di zona pemanfaatan, Purnawan menilai proyek ini melukai nilai-nilai kepercayaan masyarakat Tengger.
Di Desa Ngadas, kata Purnawan, terdapat situs Kutugan. Tempat ini, dipercaya orang Tengger sebagai area yang sakral. Kutugan adalah pintu masuk orang Tengger, untuk memohon restu kepada leluhur, di saat-saat mereka menjalani ritual.
"Kutugan adalah pintu masuk, pintu amit sewu ke pada leluhur sebelum mereka ke ndasar, turun ke bawah lautan pasir," ucap dia.
Bagi orang Tengger di Ngadas, Kutugan dapat bermakna sebagai batas dunia manusia (profan) dengan dunia sakral atau suci.
Situs Kutugan ini juga terdapat di tempat lain, ada di Cemoro Kandang, di Pakis Bincil, ada di Kawasan Wonokitri arah Penanjakan, dan sejumlah titik lain yang diperkirakan jumlahnya ada 25 tempat.
Jika proyek ini tetap digarap tanpa memperhatikan budaya dan tradisi masyarakat sekitar, Purnawan menyebut erosi kultural dan ekologi dapat terjadi.
"Hancurnya nilai kearifan lokal mengakibatkan hancur dan rusaknya ekologi," ucapnya.
Apalagi, bagi orang Tengger semua bentang alam dan isinya adalah mahluk yang harus dihormati, sebagaimana dalam pesan para leluhur mereka.
"Di Tengger, khusunya Ngadas, orang Tengger mau tebang pohon dia akan pamit dan bilang 'amit ya sira tak jaluk uripe', pohon tak langsung ditebang, tapi dikuliti dulu, baru ditebang, dengan maksud agar 'yang hidup' berpindah tempat," kata dia.
Kini, di sekitar lahan proyek pembangunan wisata buatan itu, banyak pohon berdiameter besar yang telah hidup bertahan-tahun lamanya ditebangi membabi-buta.
"Kami menemukan banyak pohon yang telah ditebangi, diameter ya cukup besar. Sedangkan orang Tengger sendiri sangat menghormati alamnya," ucap dia.
Walhi menilai pemerintah hanya memikirkan kepentingan pemodal dan perusahaan untuk mengembangkan pariwisata yang komersil dan eksploitatif terhadap ekosistem alam.
"Di Undang-Undang Konservasi 5/1990 hanya memberikan kesempatan berusaha di kawasan konservasi pada badan usaha dan perorangan, tidak memberikan kesempatan pada MHA (masyarakat hukum adat)," ucapnya.
"Sementara kawasan konservasi Tengger adalah kawasan HVC (high conservation value) karena ada masyarakat dan nilai-nilai budayanya yang menyatu, kawasan itu tidak kosong," cetus dia.
Ia juga mengkritik kebiasaan pemerintah dan investor yang masif mengembangkan tempat pariwisata, di taman nasional, yang hanya meningkatkan nilai pendapatan ekonomi, tanpa memberikan nilai-nilai edukasi.
"Bangunlah wisata yang meningkatkan kesadaran konservasi, misalnya laboratorium anggrek Tengger, bangun jembatan kanopi dari pohon ke pohon untuk mengenal kawasan hutan, atau tempat pendidikan lingkungan, itu lebih baik dari pada sekedar wisata yang mendatangkan orang dan selfie," ucapnya.
Saat dikonfirmasi oleh CNNIndonesia.com, Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nunu Anugrah mengaku tengah mencari kepastian soal proyek itu.
"Sedang dicari info dulu ya."
Sementara, Dirjen Konservasi SDA dan Ekosistem KLHK Wiratno belum merespons pesan singkat dari wartawan.
CNNIndonesia.com juga menghubungi nomor TN Bromo Tengger Semeru di nomor yang tertera dalam kop surat yang ada di situs resmi mereka. Namun nomor tersebut tidak bisa dihubungi.