Nestapa Ahmadiyah di Antara Gamang Politik dan SKB 3 Menteri

CNN Indonesia
Rabu, 08 Sep 2021 12:50 WIB
Penyerangan berulang terhadap warga Ahmadiyah disebut dipicu oleh SKB 3 Menteri, pembiaran aparat, serta pertimbangan politik pemerintah.
Masjid Ahmadiyah di Sintang, Kalbar, dirusak massa intoleran. Kasus ini menambah panjang daftar persekusi terhadap kaum minoritas ini. (Foto: dok. istimewa)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kasus penyerangan terhadap warga Ahmadiyah dinilai tak lepas dari keberadaan peraturan yang diskriminatif serta kepentingan politik pemerintah pusat maupun daerah.

Insiden terbaru terjadi pada Masjid Miftahul Huda di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, Jumat (3/9). Tempat ibadah Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) itu dibakar dan dirusak oleh kelompok warga yang menamakan diri Aliansi Umat Islam.

Sejak 2004, jemaah Ahmadiyah di Kabupaten Sintang mendapat penolakan masyarakat sekitar. Penolakan semakin menjadi-jadi belakangan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sekretaris Pers dan Juru Bicara Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Yendra Budiana menyebut ada pertemuan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) membahas solusi permasalahan Ahmadiyah pada 29 Juli 2021. Namun, Ahmadiyah tak diikutsertakan.

Pada 14 Agustus, Pemkab Sintang menyegel masjid tersebut. Sebulan kemudian, Aliansi Umat Islam pun melancarkan serangan ke masjid itu.

"Mereka memporak-porandakkan bagian dalam masjid, memecahkan semua jendela masjid, merusak dinding bangunan masjid dan bangunan di samping masjid, memecahkan toren air," ungkap kata Yendra dalam keterangan tertulis, Sabtu (4/9).

"Saat api berkobar, massa menyampaikan ancaman bahwa jika dalam 30 hari masjid tidak diratakan oleh pemerintah, maka mereka akan kembali lagi untuk meratakan bangunan masjid Miftahul Huda," imbuhnya.

Kekerasan dan diskriminasi terhadap Ahmadiyah di Indonesia bukan pertama kali terjadi. Setidaknya sejak 2008, ada beberapa peristiwa yang jadi perhatian publik nasional.

Misalnya, penyerangan oleh Front Pembela Islam (FPI) terhadap Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) di Moumen Nasional (Monas), Jakarta, Juni 2008. Penyerangan dilakukan 200 orang anggota FPI karena menduga ada jemaah Ahmadiyah di acara itu.

FPI, yang saat itu digawangi oleh Munarman, memukuli dan menendang peserta acara AKKBB serta menyerang ambulans yang menjemput korban luka.

Peristiwa lainnya adalah tragedi di Cikeusik, Banten, 6 Februari 2011. Saat itu, ribuan warga mendesak jemaah Ahmadiyah membubarkan diri. Namun, warga Ahmadiyah menolak desakan warga.

Massa pun melakukan penyerangan. Enam orang jemaah Ahmadiyah tewas dalam kejadian itu. Sejumlah orang dilarikan ke rumah sakit karena mengalami luka-luka.

Infografis Sepak Terjang FPI 1Infografis Sepak Terjang FPI. (Foto: CNN Indonesia/Asfahan Yahsyi)

Diskriminasi serupa diterima jemaah Ahmadiyah di Depok. Masjid Al Hidayah di Sawangan disegel oleh Pemerintah Kota Depok. Penyegelan terjadi beberapa kali sejak tahun 2011.

Wali Kota Depok Mohammad Idris, yang pernah bertemu dengan Rizieq Shihab di masa kampanye Pilkada Depok 2020, menyebut pihaknya telah sesuai aturan.

Pemkot Depok merujuk pada Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri Tahun 2008, Pergub Nomor 12 Tahun 2011 tentang Larangan Kegiatan Jemaah Ahmadiyah di Jawa Barat, dan Peraturan Pelarangan Ahmadiyah Nomor 9 Tahun 2011 tentang Larangan Kegiatan Ahmadiyah di Kota Depok.

Padahal, warga Ahmadiyah di Depok selama ini hidup berdampingan dengan masyarakat sekitar. Misalnya, kegiatan jemaah Ahmadiyah membagikan takjil selama bulan Ramadan. Mereka juga membagikan daging kurban ke warga sekitar saat Iduladha.

"Waktu kami pernah dilarang melakukan kurban, masyarakat bertanya-tanya. Soalnya mereka senang kalau kami kasih kurban," kata seorang jemaah Ahmadiyah Depok, Yusfiar, saat ditemui CNNIndonesia.com, Juni 2017.

Berlanjut ke halaman selanjutnya...

Aturan Jadi Pembenaran Diskriminasi

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER