ANALISIS

Mimpi Muluk Pemerintah Masuk Fase Endemi Covid-19

CNN Indonesia
Jumat, 10 Sep 2021 09:30 WIB
Kampanye pemerintah masuk fase endemi Covid-19 dinilai hanya untuk kepentingan ekonomi, bukan kesehatan warga. Pemerintah juga dinilai salah kaprah soal endemi.
Kampanye pemerintah masuk fase endemi Covid-19 dinilai hanya untuk kepentingan ekonomi, bukan kesehatan warga. (CNN Indonesia/Adi Maulana)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sejak memasuki akhir gelombang kedua kasus Covid-19 pada pertengahan Agustus 2021 narasi hidup bersama Covid-19 sebagai endemi semakin menguat. Namun, kondisi saat ini masih jauh dari fase endemi karena rasio positif Covid-19 masih tergolong tinggi.

Kampanye mengubah Covid-19 menjadi endemi pertama kali diungkap Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam sebuah webinar bersama RS Premier Bintaro pada Maret 2021.

"Belajar dari pandemi black death di Eropa yang membunuh hampir ratusan juta orang, Covid-19 ini bisa hilang secara bertahap enggak pernah cepat. Berubah menjadi epidemi dan pelan-pelan dieradikasi menjadi endemi di sebuah negara," kata Budi kala itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Narasi tersebut perlahan masif setelah kasus Covid-19 Indonesia menurun usai gelombang kedua Covid-19 pada Juli 2021. Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) Airlangga Hartarto mengungkapkan Presiden Joko Widodo memiliki rencana program 'Pandemik Bertransisi Menuju Endemik'.

Rencana pemerintah untuk keluar dari pandemi Covid-19 ini dinilai terlalu muluk jika melihat penanganan pusat hingga daerah selama ini.

Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Tri Yunis Miko mengatakan rencana masuk fase endemi ini tak lebih upaya untuk menggerakkan kembali roda ekonomi dan bisnis ketimbang mengupayakan keselamatan dan kesehatan warga negara.

"Jadi lebih banyak memikirkan bisnis, bukan rakyatnya yang mungkin bakal jauh menderita," kata Miko saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (8/9) malam.

Miko mengatakan penanganan pandemi masih lemah di berbagai sudut. Mulai dari sengkarut data laporan Covid-19 harian, kapasitas testing-tracing, kesiapan rumah sakit, kesiapan isolasi, hingga capaian vaksinasi Covid-19.

Dosen di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI ini menjelaskan diperlukan data akurat dan tepat waktu yang dilaporkan secara real time dan bisa diakses masyarakat dalam menangani pandemi. Artinya tak ada lagi kasus rapel data di daerah, laporan kasus terlambat, bahkan kasus tak terlapor.

Selain itu, upaya melakukan pelacakan kontak erat pada sedikitnya 15 orang terhadap 1 temuan kasus positif seharusnya bukan lagi masalah bagi pemerintah pusat dan daerah. Penguatan testing-tracing ini menjadi sangat penting bahkan ketika Covid-19 sudah jadi endemi.

Menurut Miko, kekurangan tersebut yang semestinya harus dibenahi lebih dulu oleh pemerintah sebelum bicara mengubah Covid-19 menjadi endemi. Jika penanganan pandemi masih lemah dan mulai menganggap Covid-19 sebagai endemi, kata Miko, bisa jadi malapetaka untuk warga.

"Kalau penanganan Covid-19 lemah, 3T tidak sesuai standar, rumah sakit tidak siap, kemudian data masih berantakan, jangan kaget kalau nanti Indonesia menghadapi gelombang ketiga, keempat Covid-19 dengan juga angka kematian yang tinggi," kata Miko.



Salah Kaprah Pemerintah Masuk Fase Endemi

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER