Permintaan maaf Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly terkait insiden kebakaran di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tangerang dinilai bentuk pengakuan pemerintah atas kelalaian dalam pengelolaan penjara.
Penerapan pidana selain penjara pun didorong dalam kasus-kasus pasal karet UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), hingga penyalahgunaan narkotika.
Sebelumnya, api melahap Blok C2 Lapas Tangerang, Banten, Rabu (8/9) pukul 01.45 WIB, yang dihuni oleh 122 narapidana. Api berkobar sekitar 2 jam. Akibatnya, 40 orang meninggal di tempat, satu wafat dalam perjalanan ke rumah sakit, dan dua tewas saat dirawat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dugaan sementara, kebakaran ini disebabkan oleh korsleting alias hubungan arus pendek listrik.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly pun meminta maaf kepada seluruh pihak, khususnya korban dan keluarga korban atas insiden ini.
"Atas nama Kemenkumham secara khusus Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, saya meminta maaf atas kejadian ini, kejadian yang tidak kita inginkan. Maaf untuk seluruh keluarga baik yang meninggal dan juga korban luka akibat dari musibah yang terjadi," kata Yasonna dalam acara Newsroom yang disiarkan di CNNIndonesia TV, Rabu (8/9) sore.
Selain itu, ia sempat mengakui baru akan menyiapkan mitigasi bencana di dalam lapas kala ditanya soal penguncian napi di dalam sel saat kebakaran terjadi.
Padahal, sejumlah pakar sudah berulang kali mengingatkan potensi ricuh dan bencana akibat kelebihan kapasitas di lapas dan rutan.
Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat Ma'ruf Bajammal mengatakan permintaan maaf ini sudah semestinya diucapkan oleh pemerintah.
"Karena permintaan maaf ini bisa jadi sebuah pengakuan kesalahan," kata dia, saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (8/9) malam.
"Permintaan maaf sebagai wujud bahwa pemerintah di sini pihak yang salah secara jelas, karena bisa terjadi tragedi seperti ini di lapas yang kemudian di situ keamannya harusnya dijaga dengan ketat namun bisa kecolongan sampai kebakaran dengan memakan korban sebegini banyak," imbuhnya.
Permintaan maaf ini, kata dia, bisa menjadi langkah awal untuk mengevaluasi kinerja. "Agar kesalahan yang dilakukan sebelumnya tidak terulang kembali di masa yang akan datang," ujarnya.
Dihubungi terpisah, kriminolog Josias Simon juga menyampaikan permintaan maaf ini menunjukkan pengakuan pemerintah soal ketidaksiapan dalam menghadapi insiden di dalam lapas.
"Kalau itu memang ada unsur kelalaian ya, ada unsur kemudian tidak terdeteksi ya, artinya sesuatu yang tidak terduga dan tidak disiapkan antisipasinya ya. Memang harusnya pemerintah mengakui [kesalahan]," ucap dia.
Sejumlah pihak menilai salah satu kelalaian utama dalam pengelolaan lapas dan rumah tahanan (rutan) adalah penanganan masalah kelebihan kapasitas.
Per 7 September, misalnya, jumlah penghuni Lapas Tangerang mencapai 2.072 orang. Sementara, kapasitasnya 600 orang. Alhasil, lapas ini kelebihan penghuni alias overkapasitas 1.472 orang atau 245,3 persen.
Hal serupa terjadi di lapas-lapas lainnya. Berdasarkan data Sistem Database Pemasyarakatan Kemkumham, jika bukan karena belum melaporkan kapasitas hunian, lapas di seluruh provinsi mengalami over kapasitas.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengungkapkan 50 persen penghuni lapas di Indonesia adalah narapidana kasus narkotika.
Berlanjut ke halaman berikutnya...