Rocky Gerung Vs Sentul City, Siapa Kuasa di Lahan Sengketa?

CNN Indonesia
Senin, 13 Sep 2021 08:25 WIB
Sengketa lahan di Bojong Koneng tak hanya melibatkan Rocky Gerung. Warga di sana pun kena somasi. Mereka kini melawan Sentul City lewat jalur pengadilan.
Kementerian ATR/BPN didesak proaktif arus secara proaktif membuka data HGU/HGB pada lahan-lahan yang bermasalah atau menimbulkan konflik agraria. (CNN Indonesia/Adi Maulana Ibrahim)

Menanggapi sengketa lahan yang terjadi, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menilai seharusnya Kementerian ATR/BPN perlu segera membuka informasi dan sejarah penerbitan SHGB yang telah memicu persoalan tersebut.

Senada pernyataan Kepala Desa Bojong Koneng, Dewi mengatakan semua penerbitan, penghapusan, perpanjangan dan pembaharuan hak atas tanah pasti tercatat di Kementerian ATR/BPN. Sehingga dengan informasi tersebut publik dapat mengetahui bagaimana sejarah kepemilikan SHGB oleh Sentul City.

"Kapan terjadi penerbitan atau peralihan hak menjadi HGB, dengan proses semacam apa. Ini penting dibuka sehingga benang kusut agraria ini dapat mulai diurai," tuturnya kepada CNNIndonesia.com, Minggu (12/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Merujuk kepada Undang-undang Pokok Agraria 1960 dan Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1997 dijelaskan bahwa penerbitan SHGB hanya dapat terjadi pada tanah negara, tanah hak pengelolaan, dan tanah hak milik.

Kendati demikian, Dewi menegaskan dalam penerbitannya Kementerian ATR/BPN haruslah mengedepankan prinsip penguasaan fisik. Artinya segala hak pengelolaan tanah baik itu HGB/HGU tidak dapat serta merta terbit jika di lapangan secara de facto telah diduduki masyarakat selama bertahun-tahun.

"Dalam konteks politik hukum agraria, menjadi berbahaya jika para pihak terkait hanya mengedepankan hukum positif semata. Karenanya, perlu dibuka untuk memastikan bahwa tidak ada prosedural penerbitan hak yang menyalahi proses dan sejarah penguasaan tanah tersebut sejak 1960-an," jelasnya.

Di luar itu, perusahaan pun dapat dikenakan sanksi penghapusan hak apabila telah mengantongi izin HGB tetapi tidak memanfaatkannya sesuai ketentuan yang berlaku. Sebab, telah membuat lahan sia-sia karena tidak digunakan sebagaimana mestinya.

Dewi mengingatkan, sesuai dengan mandat UU Pokok Agraria, maka warga yang telah menempati, memproduktifkan lahan, serta menjaga kesuburannya selama puluhan tahun ialah yang paling berhak atas tanah tersebut.

"Ingatlah prinsip UU PA 1960, tanah tidak boleh ditelantarkan. Artinya HGB terhapus dengan sendirinya karena pemilik hak telah menelantarkannya," tegasnya.

Oleh karena itu, ia mendesak lagi agar BPN dapat semakin berhati-hati dalam menerbitkan dan memperpanjang status lahan HGB/HGU. Pasalnya, bukan hanya risiko yang bisa terjadi di Bojong Koneng, sejatinya persoalan sengketa lahan itu  justru berdampak pada penyingkiran masyarakat yang telah tinggal dan menetap selama puluhan tahun.

Dewi pun mendesak agar dari sisi keterbukaan informasi, BPN harus secara proaktif membuka data HGU/HGB pada lahan-lahan yang bermasalah atau menimbulkan konflik agraria.

"Problem mendasarnya adalah soal cara-cara BPN menerbitkan HGB/HGU yang statusnya tidak clean dan clear. Ini persoalan lama yang menyangkut nasib banyak warga," ujarnya.

Tak hanya itu, dirinya juga mendorong agar pemerintah dapat lebih serius menyelesaikan persoalan reforma agraria yang ada di Indonesia. Menurut Dewi, saat ini realisasi reforma agraria dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 masih sangat lambat dan jauh dari target 9 juta hektare lahan.

"Presiden tidak bisa lagi menghindar untuk menuntaskan konflik agraria di desa yang tanah garapannya masih berada dalam klaim HGU/HGB. Agar tanah-tanah garapan masyarakat dapat segera diakui hak-haknya," katanya.

(tfq/kid)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER