Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) tak dapat menerima permohonan praperadilan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait sosok king maker dalam kasus yang menyeret Pinangki Sirna Malasari dan Djoko Tjandra.
"Permohonan praperadilan yang diajukan pemohon harus dinyatakan tidak dapat diterima," kata hakim tunggal Morgan Simanjuntak di PN Jaksel, Rabu (29/9).
Permohonan praperadilan tersebut tidak dapat diterima karena pemohon dinilai tak memiliki kedudukan hukum atau legal standing. Majelis hakim tidak sampai dalam memeriksa pokok perkara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tadi putusannya tidak diterima ya, bukan ditolak, belum sampai memeriksa ke pokok perkara," ujar kuasa hukum MAKI, Kurniawan Adi Nugroho setelah pembacaan putusan.
Kurniawan mengatakan saat ini MAKI sedang mengurus administrasi Surat Keterangan Terdaftar (SKT) sembari melakukan permohonan sidang praperadilan ulang.
Sebelumnya permohonan sidang praperadilan dilakukan setelah MAKI menemukan transkrip percakapan WhatsApp antara Pinangki Malarasa dan Anita Kolopaking sebagai pengacara Djoko Tjandra yang menyebutkan sosok king maker di balik kasus pengurusan perkara Djoko Tjandra.
Dalam proses peradilan Pinangki, tidak terungkap tokoh king maker yang berulang disebut.
Dokumen transkrip percakapan WhatsApp Pinangki dan pengacara Anita menyebut kata 'istana' dan DPR. Dokumen tersebut diserahkan oleh MAKI dalam sidang praperadilan pada Rabu (22/9).
Kata 'istana' disebut oleh Pinangki dalam percakapan yang berlangsung tanggal 26 November 2019. Saat itu, keduanya membicarakan mengenai upaya membatalkan grasi atau pengampunan.
"Ini grasi kalau diproses bubar semua lho. Minta ditanyakan ke S (huruf ditutup) mbak, bagaimana cara mencabutnya. Saya sudah hubung A (huruf ditutup)," kata Pinangki.
"Ibu tinggal pantau posisi di MA. Saya sudah jagain di istana," lanjut Pinangki.