5 Alasan PTM Seharusnya Belum Digelar Versi LaporCovid-19
Kelompok relawan LaporCovid-19 menyebut Pembelajaran Tatap Muka atau PTM tidak seharusnya dilakukan saat ini dengan sejumlah alasan, mulai dari angka vaksinasi hingga potensi kematian anak.
Diketahui, Surat Bersama Empat Menteri Tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Masa Pandemi Covid-19 menjadi dasar PTM mulai 30 Agustus 2021 pada wilayah PPKM 1-3.
Perwakilan LaporCovid-19 Natasha Devanand mengatakan sejumlah alasan kegiatan PTM seharusnya tidak dilakukan antara lain, pertama, tingkat vaksinasi masih sangat rendah di kalangan pelajar.
Hingga 2 Oktober 2021, capaian vaksinasi pelajar dengan usia 12-17 tahun baru 14,71 persen dosis pertama, dan 9,98 persen dosis kedua.
"Pelaksanaan PTM juga rentan untuk anak di bawah 12 tahun karena mereka masuk ke dalam kelompok yang belum boleh divaksin," kata Natasha secara virtual, Minggu (3/9).
Kedua, tingkat vaksinasi yang rendah kalangan tenaga pengajar. Berdasarkan data sejak 22 September, guru yang memperoleh vaksin dosis pertama baru sekitar 62 persen dan dosis kedua 38 persen.
"Terus yang untuk anak ini meski kasus positif rendah, tapi masih ada potensi mereka mengalami gejala berat dan berakibat fatal," kata dia.
Ketiga, Natasha juga mengatakan faktor lainnya adalah positivity rate versi pemerintah yang diragukan keabsahannya.
Positivity rate sendiri dihitung dengan membandingkan jumlah orang yang positif dengan jumlah orang yang diperiksa.
Dia mengatakan Badan Kesehatan Dunia (WHO) meminta positivity rate 5 persen sebagai syarat memberlakukan sekolah tatap muka. Indonesia mengklaim telah berada pada ambang batas tersebut.
"Tapi perlu dipertanyakan kenapa rendah. Karena hasil [hitung kasus] ini menyertakan hasil antigen, harusnya dihitung berdasarkan PCR, bukan antigen," ucap dia.
"Lalu pembukaan sekolah dari 30 Agustus positivity rate 6,6 persen dan itu masih masuk data antigen. Kalau [pakai data] PCR saja angkanya 16 persen," sambung Natasha.
Keempat, ia juga menyebut saat ini kasus kematian akibat Covid-19 pada anak sudah mencapai 2 persen. "Angka itu harus diwaspadai. Ingat ini harus dicatat bila ini bukan sekadar angka tapi nyawa," katanya.
Kelima, ada laporan sejumlah pelanggaran protokol kesehatan (prokes) di beberapa sekolah. Sejak Januari hingga 27 September 2021, LaporCovid-19 menerima 167 aduan tentang pelanggaran prokes. Pada September, laporan mencapai 22 kasus.
Laporan ini berasal dari beragam kasus pelanggaran prokes mulai dari staf, tenaga pendidik, hingga warga sekolah, sampai dengan orang tua yang terkesan dipaksa agar anaknya diizinkan ikut dalam PTM.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim berdalih PTM digelar demi mencegah learning loss dan membuat anak stres. Ia pun menyebut pembukaan sekolah di daerah PPKM level 1-3 tak wajib vaksinasi.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut pemerintah akan menggelar tes terhadap 52 ribu sampel sekolah untuk mencegah klaster PTM.
WHO menyebut per September setidaknya ada 193 kasus siswa terpapar Covid-19 di masa PTM di berbagai daerah.
(ryh/arh)