Senada, Epidemiolog dari Universitas Indonesia Tri Yunis Miko mengatakan tes PCR merupakan standar emas pemeriksaan Covid-19. Namun, ia mempertanyakan efektivitasnya terutama terkait kebijakan menggerakkan ekonomi warga.
"Memang syarat bepergian pakai PCR itu yang terbaik, tapi apakah itu cost effective dan cost efficient, itu harus dipikirkan lagi," kata Miko.
Ia mencontohkan dengan harga tiket pesawat Jakarta-Lampung atau Jakarta-Padang yang rata-rata dijual mulai harga Rp500 ribu, alias tak beda jauh dengan harga tes PCR termurah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kebijakan pemerintah ini, lanjut dia, juga kontradiktif dengan keinginan untuk menggerakkan roda perekonomian.
"Berdasarkan pertimbangan cost efficient dan cost effective tadi mungkin dalam jarak dekat mereka enggak akan pakai pesawat atau bahkan enggak jadi pergi. Tapi ini kan kontradiktif dengan keinginan pemerintah untuk menggerakkan roda ekonomi rakyat," tutur Miko.
Menurutnya, pemerintah harus memberikan subsidi pemeriksaan PCR jika memang ingin ekonomi berjalan dan bepergian lebih aman dari Covid-19. Subsidi pemeriksaan juga bisa diberikan pada tes antigen di kereta api atau moda transportasi lainnya.
Langkah ini dinilai bisa mendorong pergerakan ekonomi di kelas bawah sekaligus membuat masyarakat lebih aman saat bepergian.
"Disubsidi lah semua pemeriksaan itu di semua moda transportasi. Jadi jangan berpikir tentang untungnya saja tapi juga harus berpikir keamanan juga," ujarnya.
![]() |
Miko menyatakan penggunaan PCR pada moda transportasi udara tak menihilkan ancaman gelombang ketiga Covid-19 yang diprediksi terjadi pada akhir bulan atau awal tahun ini.
Pasalnya, penerapan syarat lebih ketat di moda transportasi hanya berperan sedikit, bahkan tidak lebih dari 10 persen pada lonjakan kasus keseluruhan. Ia menyebut ancaman gelombang ketiga muncul dari aktivitas masyarakat yang berkumpul seperti di sekitar rumah, mal, dan tempat wisata.
"Penularan di moda transportasi hanya sebagian kecil yang menambah lonjakan, belum kerumunan di perumahan, di mall, tempat pariwisata, yang sangat tidak karuan sekarang," tuturnya.
Merespons kritik ketidakadilan syarat tes itu, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyatakan pihaknya hanya ingin menerapkan kehati-hatian terhadap potensi penularan dalam mobilitas antardaerah PPKM level 3 dan 4.
"Pengetatan metode testing menjadi PCR saja di moda udara wilayah Jawa-Bali dan non Jawa-Bali level 3 dan 4, ini merupakan bagian dari uji coba pelonggaran mobilitas dengan prinsip kehati-hatianan tersebut," kata Wiku dalam konferensi pers yang disiarkan melalui kanal YouTube BNPB Indonesia, Kamis (21/10).
"Kebijakan yang dilakukan sekarang akan dievaluasi, dan tidak menutup kemungkinan adanya penyesuaian kebijakan di masa yang akan datang," tandasnya.
(arh/arh)