Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyatakan faktor alam paling berpengaruh dalam penurunan kabut asap akibat kebakaran hutan sepanjang 2020-2021. Walhi menyebut masih terjadi kebakaran hutan di sejumlah daerah.
Hal ini merespons klaim Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya yang menyebut Indonesia bebas kabut asap akibat kebakaran dalam dua tahun terakhir.
"Betul kemudian itu menurun, tapi kan juga faktor cuaca dilihat. Buat kami sih faktor alam kali ini lebih menentukan, karena di luar kontrol kita kan," kata Manager Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial Walhi Wahyu Perdana kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Selasa (26/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wahyu menyebut dalam menangani masalah karhutla, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) harus melakukan langkah strategis dan membuat regulasi yang memberikan efek jera ke pelaku pembakaran hutan dan lahan.
Selain itu, kata Wahyu, KLHK juga jangan membiarkan pelepasan kawasan hutan di tengah menipisnya hutan di seluruh Indonesia.
"Karena kalau dibiarkan, kalau itu berubah jadi konsesi, terjadi pembukaan lahan, berulang lagi itu kasus-kasus karhutla," ujarnya.
Berdasarkan situs KLHK yang bekerja sama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) https://lowres-catalog.lapan.go.id/, menunjukkan karhutla masih terjadi di banyak titik.
Hasil pantauan, Senin (25/10) pukul 10.42 WIB, sistem hotspot memantau karhutla dengan tingkat kepercayaan 'high' atau di atas 80 persen. Kemudian, pada periode 1 Januari 2020 sampai 30 September 2021 tercatat 17.801 titik api.
Sementara, berdasarkan data yang dikumpulkan dari Walhi di setiap daerah, setidaknya karhutla masih terjadi di Jambi, Riau, dan Sumatera Selatan sampai 2020. Karhutla terjadi selama berturut-turut di lahan konsesi yang sama.
"Berikutnya dikonfirmasi oleh banyak eksekutif daerah kita, khususnya Jambi, Riau, Sumatera Selatan," kata Wahyu.
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Hairul Sobri juga mengungkapkan hal serupa. Berdasarkan data Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan & Lahan (PPI dan Karhutla), karhutla di Sumsel setidaknya sudah mencapai 2.000 hektare (Ha).
Kemudian karhutla di Aceh menghabiskan 938 Ha pada 2020 dan 634 Ha pada 2021. Kemudian di Riau menghanguskan 14.939 Ha pada 2020 dan 6.648 sepanjang 2021. Karhutla di Lampung mencapai 789 Ha pada 2020 dan 918 Ha pada 2021.
Karhutla juga terjadi di Sumut dengan luas mencapai 1.907 Ha pada 2020 dan tahun berikutnya sekitar 1.118 Ha. Lalu di Kepulauan Riau sebanyak 8.805 Ha pada 2020 dan 1.574 Ha pada 2021.
"Kita bingung. Kok bisa mereka klaim bebas (kabut asap) dari kebakaran," kata Hairul.
Hairul mengakui terjadi penurunan kasus karhutla, tetapi bukan berarti tidak ada sama sekali. Kondisi ini antara lain dipengaruhi oleh sistem pendanaan yang lebih baik dari sebelumnya, pertambahan jumlah petugas, dan karena situasi pandemi Covid-19.
"Ditambah lagi situasi pandemi yang sangat signifikan menekan aktivitas industri," ujarnya.
"Tapi ini akan sia-sia sepanjang waktu penyesuaian Omnibus Law, yang akan memfasilitasi industri dalam hal eksploitasi SDA. Kita akan melihat perubahan ini dalam 1-2 tahun ke depan," imbuhnya.
Sebelumnya, Siti Nurbaya mengklaim berhasil melewati dua tahun tanpa kebakaran besar yang menyebabkan kabut asap sepanjang 2020-2021. Hal ini menandai keberhasilan Indonesia terlepas dari bencana ganda yaitu pandemi Covid-19 dan kabut asap.
"Dengan melihat pada bukti dan tren yang bersumber di lapangan serta pemantauan satelit selama 10 bulan terakhir, di samping prediksi hingga akhir bulan ini, Indonesia dapat dipastikan akan bebas, sekali lagi, dari bencana ganda tahun ini," kata Menteri LHK Siti Nurbaya, Rabu (20/10).
Catatan Redaksi: Judul berita ini diubah pada Rabu (27/10) karena misinterpretasi dari redaksi. Sebelumnya berjudul "Walhi Preteli Klaim Menteri LHK Soal RI Bebas Kebakaran Hutan".
(yla/fra)