Jakarta, CNN Indonesia --
Momentum peringatan Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober dimanfaatkan kelompok mahasiswa, buruh, dan aliansi masyarakat sipil lainnya di sejumlah daerah untuk berunjuk rasa mengkritik pemerintahan JokoWidodo(Jokowi) yang kini telah memasuki tahun ketujuh, atau dua tahun pada periode keduanya.
Aksi ini dilakukan dalam rangka evaluasi dua tahun Kabinet Indonesia Maju di bawah pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Di ibu kota negara, Jakarta, massa aksi dari aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) bersama mahasiswa dan aliansi masyarakat sipil lainnya menggelar aksi unjuk rasa di area Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Mereka yang hendak berunjuk rasa di seberang istana disekat kepolisian hanya boleh menyampaikan aspirasi di depan Patung Arjuna Wijaya, Jalan Medan Merdeka Barat.
Aksi unjuk rasa yang diikuti setidaknya 1.200 orang dimulai dengan aksi long march dari Kantor Duta Besar Amerika Serikat di Jalan Medan Merdeka Selatan menuju Patung Arjuna Wijaya atau kerap pula disebut Patung Kuda.
Dalam aksinya, massa aksi membawa 13 tuntutan kepada pemerintah di mana beberapa di antaranya terkait omnibus law ciptaker yang kontroversial serta peraturan turunannya, kesejahteraan buruh, reforma agraria, hingga kebebasan berekspresi. Aksi massa ini terpantau berlangsung sejak pukul 10.00 hingga pukul 17.00 WIB. Massa aksi juga diketahui tetap bertahan dan menyampaikan orasi meski sempat diguyur hujan deras.
Di Bandung, ratusan mahasiswa yang tergabung dari 26 aliansi mahasiswa se-Jawa Barat juga menggelar unjuk rasa di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung.
Dalam unjuk rasa yang bertepatan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda tersebut, mereka mengkritik serta mengevaluasi dua tahun pemerintahan Presiden Jokowi, diantaranya isu permasalahan Hak Asasi Manusia (HAM), korupsi, krisis demokrasi, kerusakan lingkungan, krisis pendidikan, krisis ekonomi dan kesehatan.
Di Sangihe, Sulawesi Utara, ratusan pemuda yang terdiri dari mahasiswa Politeknik Nusa Utara bersama kelompok pemuda terhimpun dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa dan Pemuda Selamatkan Sangihe (KAMPASS) menggelar aksi damai menolak kehadiran perusahaan tambang di sana.
Dalam pernyataan sikap yang diserahkan kepada Sekretaris Daerah Sangihe, massa aksi menilai bahwa selama ini masyarakat sudah nyaman dengan mengelola sendiri sumber daya alam yang melimpah di laut dan darat.
Kehadiran perusahaan tambang di Pulau Sangihe juga dikhawatirkan akan merusak hutan lindung Sahendarumang sebagai sumber mata air yang menghidupi masyarakat dan tempat tinggal satwa endemik yang dilindungi.
Buka halaman selanjutnya untuk tahu aksi di Padang hingga Makassar.
Di Makassar, Sulawesi Selatan, aksi unjuk rasa yang bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda juga digelar secara serempak di 10 titik.
Beberapa titik aksi itu di antaranya di Jalan AP Pettarani, di bawah jembatan layang, Jalan Sultan Alauddin, Jalan Urip Sumoharjo, Jalan Perintis Kemerdekaan, pertigaan Jalan Hertasning-Jalan AP Pettarani dan Jalan Gunung Bawakaraeng
Massa aksi diketahui juga mengepung kantor DPRD Sulawesi Selatan yang terletak di Jalan Urip Sumoharjo, Kota Makassar, Sulsel. Salah satu tuntutan yang disampaikan, ialah agar Presiden Jokowi untuk tidak melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mereka juga menuntut presiden untuk segera melakukan evaluasi terhadap kinerja Kabinet Indonesia Maju yang dianggap tidak bekerja maksimal. Adapun nama menteri yang didesak untuk dicopot ialah Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD.
"Karena gagal dalam memberikan jaminan dan perlindungan hukum serta penyelesaian terhadap kasus HAM masa lalu," jelas orator melalui mobil komando.
Selain itu, massa aksi juga mendesak pemerintah mempercepat transformasi dan reformasi Polri untuk memastikan terjaminnya hak kebebasan berekspresi dan berpendapat setiap orang.
"Segera selesaikan permasalahan pelanggaran HAM masa lalu dan mengadili pelaku melalui pengadilan HAM secara adil dan transparan," imbuhnya.
Di Sumatera Barat, sejumlah pemuda Sumatera Barat yang tergabung dalam Gerakan Suara Rakyat juga menggelar aksi dalam rangka memberikan catatan merah dalam tujuh tahun pemerintahan Joko Widodo.
Massa melakukan aksi dengan cara menyalakan 1.000 lilin di Area Monumen Tugu Gempa, Kota Padang pada Kamis (28/10) malam. Aksi yang bertajuk Panggung Perlawanan itu memanfaatkan karya seni dalam menyuarakan keluh kesah para peserta.
Serangkaian musikalisasi puisi, mimbar bebas, live mural, hingga menyalakan lilin secara bersama-sama mewarnai aktivitas itu. Selain itu juga terdapat lapak baca gratis dan donasi baju dalam bentuk ruang bebas uang yang ikut memberi kesan aksi.
Terdapat beberapa permasalahan yang disuarakan dalam panggung perlawanan tersebut, salah satunya adalah suburnya korupsi di seluruh Indonesia, dan indeks demokrasi Indonesia yang merosot tajam. Selain itu terkait tingginya kasus pelecehan seksual di Indonesia, tindakan aparat yang represif kepada masyarakat, komersialisasi pendidikan, dan penuntasan pelanggaran ham yang belum selesai.
Kemudian di Pamekasan, Jawa Timur, sekelompok buruh yang tergabung dalam forum 'Madura Menggugat' mendemo Kantor DPRD Pamekasan, Jawa Timur.
Mereka mendesak pemerintah agar sama-sama memperjuangkan nasib petani dan garam lokal dengan membuat peraturan daerah (perda) yang secara khusus mengatur tentang garam lokal.
Koordinator aksi Basri mengatakan, selama pemerintah daerah fokus terhadap kebijakan pemerintah pusat soal garam, maka ketimpangan harga serta komitmen pemerintah dalam menyejahterakan petani garam akan terus jadi polemik. Sebab bukan hanya sekarang ketimpangan harga garam lokal yang masih terus disorot.
"Mulai dari dulu yang namanya harga terus jadi masalah, kenapa karena pemerintah di daerah masih terkesan belum memperdulikan soal harga, padahal itu sebenarnya yang membuat sensitif petani garam," kata Basri kepada CNNIndonesia.com, Kamis (28/10).
Basri dengan sejumlah buruh dan aktivitas mahasiswa meminta pemerintah daerah untuk menyiasati perlakuan demikian dengan membuat regulasi khusus yakni berupa perda yang mengatur secara khusus tentang garam lokal. Dengan begitu pemerintah pusat dirasa tidak akan sembarangan memberikan kebijakan serta untuk menutupi celah bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Bukti kebijakan yang tampak dan masih dipersoalkan tersebut adalah dana Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp14 miliar. Dana tersebut hingga saat ini masih terkesan janggal, karena masih belum diketahui wujudnya. Dari itu kata Basri, bukan tidak mungkin ada oknum-oknum yang sengaja bermain untuk mendapatkan keuntungan bisnis pribadi.
Sementara itu pimpinan DPRD Pamekasan mulai dari Ketua hingga Wakil Ketua, semua menemui peserta demo, di antaranya Fathor Rohman, Harun Suyitno, Hermanto, dan Syafiuddin. Mereka sepakat dengan tuntutan pedemo agar pemerintah harus berpihak pada petani dan garam lokal.
"Apa yang disampaikan massa demo, kami akan sampaikan kepada pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pusat," kata Ketua DPRD Pamekasan Fathor Rohman.