Usai menghadiri KTT G20 di Roma, Italia, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) melanjutkan dinas luar negerinya ke Glasgow, Skotlandia, untuk menghadiri KTT Perubahan Iklim PBB, COP26. KTT tersebut berlangsung sejak 31 Oktober hingga 12 November mendatang.
Dalam KTT COP26 di Glasgow, Jokowi mengklaim Indonesia sudah melakukan berbagai upaya demi memenuhi komitmennya menangani pemasanan global. Salah satunya dengan menerapkan kebijakan dan membangun ekosistem ekonomi hijau.
"Pertanyaannya, seberapa besar kontribusi negara maju untuk kami? Transfer teknologi apa yang bisa diberikan? Ini butuh aksi, butuh implementasi secepatnya," ujar Jokowi dalam pidatonya di Glasgow.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jokowi mengklaim Indonesia berhasil menghentikan laju deforestasi hingga kebakaran hutan. Ia juga mengatakan Indonesia telah merehabilitasi 3 juta lahan kritis selama 2010-2019.
"Laju deforestasi turun signifikan, terendah dalam 20 tahun terakhir. Kebakaran hutan juga turun 82 persen di tahun 2020. Indonesia juga telah memulai rehabilitasi hutan mangrove seluas 600 ribu hektare sampai 2024, terluas di dunia," ucap Jokowi.
"Sektor yang semula menyumbang 60 persen emisi Indonesia kan mencapai carbon nett selambatnya tahun 2030," paparnya menambahkan.
Terpisah, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) menyatakan untuk membantu ambisi pemerintah itu pihaknya menerapkan strategi 3R yaitu rewetting, revegetation, dan revitalization, guna mendukung Indonesia mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29 persen dengan upaya sendiri atau 41 persen dengan dukungan internasional pada 2030.
Kepala Kelompok Kerja Kerjasama Hukum dan Hubungan Masyarakat BRGM Didy Wurjanto di Jakarta, Selasa, mengatakan strategi R1 (rewetting) seperti membuat sumur yakni dengan membangun sekat kanal, R2 (revegetasi) yakni menanami hutan mangrove, dan R3 adalah revitalisasi ekonomi.
Dalam pelaksanaannya, lanjut dia, BRGM melibatkan langsung masyarakat lokal agar bisa merasakan secara langsung manfaatnya, termasuk dalam peningkatan ekonomi.
"Jadi BRGM tidak hanya bekerja untuk pengendalian iklim, tapi restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove ini juga bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ini sangat penting," ujarnya seperti dikutip dari Antara.
Ia mengaku BRGM saat ini sudah membangun 17 ribu Infrastruktur Pembasahan Gambut (IPG), 5.000 sekat kanal, serta rehabilitasi ratusan hektare ekosistem mangrove.
Sementara itu Kasubdit Adaptasi Ekologi Alami Direktorat Adaptasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nuraeni menyebut ada dua aksi nyata yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi perubahan iklim yaitu mitigasi dan adaptasi.
Mitigasi dilakukan dalam rangka mengurangi emisi, contohnya ekosistem potensial gambut dan mangrove yang bisa berperan dalam pengurangan gas emisi GRK.
Sedangkan adaptasi yakni upaya untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim agar potensi kerusakan berkurang, peluang yang ditimbulkan bisa dimanfaatkan, serta konsekuensi yang ditimbulkan akibat perubahan iklim bisa teratasi.
"Perubahan iklim jelas berdampak pada kehidupan, pemerintah dalam hal ini kami dari KLHK sudah mencoba identifikasi modalitas atau support system untuk memastikan komitmen kita bisa tercapai. Kita sudah mencoba menyediakan peta jalan untuk adaptasi perubahan iklim sebagai pelengkap dokumen Nationally Determined Contribution (NDC)," katanya.