Jakarta, CNN Indonesia --
Kementerian ATR/BPN berencana memindahkan pemenuhan ruang terbuka hijau (RTH) di DKI Jakarta ke daerah Puncak, Bogor, guna mengatasi persoalan banjir di Jakarta, dan memastikan perbaikan lingkungan di wilayah hulu.
Wacana tersebut diutarakan Menteri ATR/BPN Sofyan A Djalil dalam rangkaian peringatan Hari Agraria dan Tata Ruang Nasional (HANTARU) 2021 di kantornya, Jakarta, pekan lalu. Sofyan mengatakan itu sebagai bagian dari kolaborasi bersama menyelamatkan puncak.
Mengutip dari situs BPN, Sofyan mengatakan RTH di Jakarta yang masih jauh dari target itu akan dikaji ulang agar bisa dipindahkan pemenuhannya ke daerah Puncak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bagaimana kita mengatasi Puncak ini? Kalau kita bekerja bersama, saya akan mengubah aturan tentang RTH Jakarta. Sekarang kita tafsirkan di Undang-Undang tentang RTH itu, tidak boleh lagi. Tidak lagi berdasarkan wilayah-wilayah terkecil, tapi sebuah kawasan. Kita akan mengubah konsep RTH karena sekarang di Jakarta tidak mungkin menambah 21 persen RTH yang tersisa," ujar Sofyan saat membuka Talkshow "Kolaborasi dalam Penyelamatan Kawasan Puncak Bogor" yang digelar secara daring dan luring di Aula Prona Kantor Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Jumat (5/11).
Pada awal pekan ini BPN menggandeng Pemprov DKI, Pemprov Jabar, dan Pemkab Bogor untuk memperingati Hantaru bekerja sama melakukan penanaman ribuan pohon di kawasan Puncak, Bogor, Senin (8/11).
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyampaikan kerja sama itu dilakukan dalam rangka penanganan banjir. Menurutnya, penanganan banjir tidak bisa dilakukan secara parsial.
"Perlu penanganan program yang komprehensif dari seluruh wilayah. Tadi pagi kami dengan Kementerian BPN/ATR juga memastikan program Jabodetabekpunjur untuk memastikan di daerah puncak tadi kita menanam pohon, program reboisasi, kita minta supaya daerah-daerah di Jawa Barat, di Bogor supaya bisa membantu dan terus ditingkatkan ruang terbuka hijaunya, hutannya ditingkatkan, supaya bisa menampung air," kata Riza menceritakan kembali kegiatannya di Cisarua kepada wartawan di Balai Kota DKI, Senin (8/11) siang.
Dalam kegiatan di Cisarua itu selain Riza juga hadir Wamen ATR/BPN Surya Tjandra, Wagub Jabar Uu Ruzhanul Ulum, hingga Bupati Bogor Ade Yasin selaku tuan rumah wilayah.
 Sejumlah pengendara kendaraan bermotor melintas di Jalan Raya Puncak, Bogor, Jawa Barat. (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya) |
Ade Yasin pada kegiatan tersebut pun menyinggung kembali soal banjir yang terjadi di Jakarta selama ini kerap dikambinghitamkan sebagai banjir kiriman dari kawasan hulu, yakni Bogor. Saat hadir dalam kegiatan di Cisarua itu, Ade mengatakan, "Terus terang saja saya sampaikan, Bogor selalu disalahkan tetapi tidak pernah ada action dari DKI."
"Seharusnya, kita sama-sama bicara kaitan dengan penanganan banjir, Bogor diundang untuk bicara kebutuhannya apa supaya air tidak banjir ke Jakarta," imbuh Ade dalam sambutannya di Cisarua itu, seperti dikutip dari situs resmi Pemkab Bogor.
Ade lalu menyinggung soal Terkait Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kawasan Puncak. Dia mengungkap--dari tiga kecamatan yakni Cisarua, Megamendung, dan Ciawi-- semestinya memiliki RTH sebanyak 55 persen dari luasnya kawasan. Namun, dengan terus berkembangnya kawasan wisata tersebut, menjadi kesulitan tersendiri bagi pihaknya untuk memenuhi kebutuhan RTH yang saat ini masih di bawah 50 persen.
"Yang HGU-nya (hak guna usaha) habis, tidak terawat, tidak dipelihara, terlantar, harus cepat-cepat diambil alih negara, yang jelas fungsinya dikembalikan kepada fungsi awalnya," pinta Ade Yasin.
 Petugas melakukan pemantauan saat debit air yang deras, di jembatan Bendung Katulampa, Bogor. Ketinggian air di bendungan ini menjadi salah satu peringatan dini banjir bagi warga di bantaran sungai Ciluwung, Jakarta. (ANTARA FOTO/Arif Firmansyah) |
Teknis pengelolaan pengalihan RTH dari Jakarta ke Puncak di halaman selanjutnya.
Mengutip situs BPN, DKI Jakarta saat ini baru mampu mewujudkan 9 persen dari target 30 persen RTH yang harus dibangun. Sofyan menilai agak sulit bagi DKI untuk memenuhi sisa target itu karena padatnya wilayah serta harga tanah yang melonjak.
"Sisa 21 persen kita cari di Puncak, nanti tolong kunci semua Puncak tidak boleh berubah lagi kebun-kebun teh itu. Puncak kita selamatkan. Bagaimana ekonomi Puncak, tetap menjadi sumber air dan jangan longsor," ujar Sofyan.
Untuk teknis pengelolaan RTH-nya, Sofyan mengatakan tiap-tiap daerah bisa mengambil alih dengan perjanjian pinjam pakai.
"RTH itu nanti DKI Jakarta boleh beli tanah di Banten, di Bogor, di Puncak. Nanti pengelolaannya kepada siapa yang efisien. Kalau lebih efisien Pemda Bogor, kita berikan kepada Pemda Bogor, dengan perjanjian pinjam pakai. Kalau Pemda DKI bisa mengelola itu dengan lebih baik yang penting fungsinya," kata Sofyan.
Pada kesempatan yang sama, Dirjen Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang Kemenerian ATR/BPN Budi Situmorang mengakui pemenuhan tuntutan RTH 30 persen yang diatur dalam UU 26/2007 itu sulit dilakukan di Jakarta bila melihat pada fakta di lapangan. Melalui wacana serta konsep yang diutarakan Sofyan itu, Budi memastikan akan dibicarakan juga dengna para pemangku kepentingan terlebih dulu.
"Bila perlu, kita dudukkan sama-sama sehingga tidak sekadar kita melakukan kolaborasi RTH menjadi 30%, tetapi juga bagaimana kepemilikan pertanahan dan kebijakan-kebijakan yang akan menjadi turunannya. Kemudian yang paling menarik ialah regulasi yang bisa dirujuk sehingga kita akan berdiri di dalam. Tertib ruang jadi bisa kita lakukan," katanya.
Saat dikonfirmasi mengenai gagasan BPN untuk mengubah aturan memindahkan pemenuhan RTH Jakarta itu ke wilayah puncak, Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan DKI Suzi Marsitawati mengaku belum mendengar rencana tersebut.
"Wah saya belum tahu itu," kata Suzi di Balai Kota Jakarta, Rabu (10/11).
[Gambas:Photo CNN]
Sementara itu dari kelompok masyarakat sipil pemerhati lingkungan, salah satunya Walhi Jakarta menilai langkah yang diwacanakan itu tak dapat dibenarkan secara substansial dan bisa bertentangan dengan sejumlah aturan yang ada.
Ketua Walhi Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi mengatakan, "secara substansial aturan RTH itu harus memerhatikan sebaran penduduk. karena kebutuhannya untuk penduduk setempat dan daya tampung daya dukung penduduk setempat. Jika itu [pemenuhan RTH] dipindahkan, maka peran dan fungsi aslinya akan dihilangkan."
Di satu sisi, Tubagus mengatakan pihaknya menilai wacana yang digaungkan itu menjadi bentuk kegagalan pemerintah dalam menyikapi tata ruang di wilayah Jakarta sebagai ibu kota negara dan wilayah-wilayah penyangganya.
"[Kolaborasi] untuk dibicarakan dalam konteks Puncak perlu direhabilitasi memang harus. Tapi, menurut kami tidak tepat [mengalihkan pemenuhan RTH]. Semacam semakin menunjukkan kegagalan," kata Tubagus saat dihubungi, Kamis (11/11).
Lebih lanjut, pihaknya mengimbau agar pemerintah pusat mendorong dan menyediakan jalan agar DKI sebagai ibu kota negara--juga daerah-daerah penyangganya bisa mengejar pemenuhan RTH di wilayah masing-masing sesuai ketentuan yang sudah ada.
"Itu dulu dilakukan bukan menyerah begitu saja," katanya.