Mengutip situs BPN, DKI Jakarta saat ini baru mampu mewujudkan 9 persen dari target 30 persen RTH yang harus dibangun. Sofyan menilai agak sulit bagi DKI untuk memenuhi sisa target itu karena padatnya wilayah serta harga tanah yang melonjak.
"Sisa 21 persen kita cari di Puncak, nanti tolong kunci semua Puncak tidak boleh berubah lagi kebun-kebun teh itu. Puncak kita selamatkan. Bagaimana ekonomi Puncak, tetap menjadi sumber air dan jangan longsor," ujar Sofyan.
Untuk teknis pengelolaan RTH-nya, Sofyan mengatakan tiap-tiap daerah bisa mengambil alih dengan perjanjian pinjam pakai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"RTH itu nanti DKI Jakarta boleh beli tanah di Banten, di Bogor, di Puncak. Nanti pengelolaannya kepada siapa yang efisien. Kalau lebih efisien Pemda Bogor, kita berikan kepada Pemda Bogor, dengan perjanjian pinjam pakai. Kalau Pemda DKI bisa mengelola itu dengan lebih baik yang penting fungsinya," kata Sofyan.
Pada kesempatan yang sama, Dirjen Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang Kemenerian ATR/BPN Budi Situmorang mengakui pemenuhan tuntutan RTH 30 persen yang diatur dalam UU 26/2007 itu sulit dilakukan di Jakarta bila melihat pada fakta di lapangan. Melalui wacana serta konsep yang diutarakan Sofyan itu, Budi memastikan akan dibicarakan juga dengna para pemangku kepentingan terlebih dulu.
"Bila perlu, kita dudukkan sama-sama sehingga tidak sekadar kita melakukan kolaborasi RTH menjadi 30%, tetapi juga bagaimana kepemilikan pertanahan dan kebijakan-kebijakan yang akan menjadi turunannya. Kemudian yang paling menarik ialah regulasi yang bisa dirujuk sehingga kita akan berdiri di dalam. Tertib ruang jadi bisa kita lakukan," katanya.
Saat dikonfirmasi mengenai gagasan BPN untuk mengubah aturan memindahkan pemenuhan RTH Jakarta itu ke wilayah puncak, Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan DKI Suzi Marsitawati mengaku belum mendengar rencana tersebut.
"Wah saya belum tahu itu," kata Suzi di Balai Kota Jakarta, Rabu (10/11).
Sementara itu dari kelompok masyarakat sipil pemerhati lingkungan, salah satunya Walhi Jakarta menilai langkah yang diwacanakan itu tak dapat dibenarkan secara substansial dan bisa bertentangan dengan sejumlah aturan yang ada.
Ketua Walhi Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi mengatakan, "secara substansial aturan RTH itu harus memerhatikan sebaran penduduk. karena kebutuhannya untuk penduduk setempat dan daya tampung daya dukung penduduk setempat. Jika itu [pemenuhan RTH] dipindahkan, maka peran dan fungsi aslinya akan dihilangkan."
Di satu sisi, Tubagus mengatakan pihaknya menilai wacana yang digaungkan itu menjadi bentuk kegagalan pemerintah dalam menyikapi tata ruang di wilayah Jakarta sebagai ibu kota negara dan wilayah-wilayah penyangganya.
"[Kolaborasi] untuk dibicarakan dalam konteks Puncak perlu direhabilitasi memang harus. Tapi, menurut kami tidak tepat [mengalihkan pemenuhan RTH]. Semacam semakin menunjukkan kegagalan," kata Tubagus saat dihubungi, Kamis (11/11).
Lebih lanjut, pihaknya mengimbau agar pemerintah pusat mendorong dan menyediakan jalan agar DKI sebagai ibu kota negara--juga daerah-daerah penyangganya bisa mengejar pemenuhan RTH di wilayah masing-masing sesuai ketentuan yang sudah ada.
"Itu dulu dilakukan bukan menyerah begitu saja," katanya.
(yoa, kid/gil)