1 Desember, Sejarah Pengakuan Papua yang Dicap HUT OPM

CNN Indonesia
Rabu, 01 Des 2021 06:30 WIB
1 Desember kerap dikaitkan dengan HUT OPM. Pelabelan itu dinilai tidak tepat, meskipun erat kaitannya dengan upaya Papua memerdekakan diri dari Indonesia.
Para pemuda dan mahasiswa asal Papua menggelar demonstrasi di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis, 22 Agustus 2019. (CNN Indonesia/Safir Makki)

Peneliti kajian Papua di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Adriana Elizabeth menilai gerakan pro kemerdekaan Papua tidak hadir secara begitu saja di masyarakat. Menurutnya, hal tersebut merupakan dampak dari perlakuan tidak adil yang diterima masyarakat Papua dari pemerintah Indonesia yang dianggap represif.

"Yang ada di bayangan mereka selama ini, kehadiran negara dalam sosok TNI itu penuh dengan tindakan represif. Itu sebuah akumulasi ingatan, pengalaman. Akar persoalannya di situ," ujarnya terpisah.

Ia mengatakan dalam perkembangannya, OPM terdiri dari tiga faksi yang saling berbeda bidang. Pertama, kelompok bersenjata yang masing-masing memiliki kontrol teritori yang berbeda, semisal dataran tinggi dan pantai utara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedua, kelompok yang melakukan demonstrasi dan protes.

"Ketiga, kelompok di luar negeri yang mencoba untuk meningkatkan kesadaran tentang isu Papua dan membangkitkan dukungan internasional untuk kemerdekaan," ujarnya terpisah.

Kendati demikian, ia mengatakan dalam pelaksanaanya tidak ada komando tunggal terhadap kelompok-kelompok tersebut. Adriana menjelaskan, masing-masing memiliki pemimpin dan caranya tersendiri untuk mencapai kemerdekaan bagi Papua.

Namun pada 2014, terbentuk kelompok United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) yang terdiri dari West Papua National Authority (WPNA), West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL) dan Komite Nasional Papua Barat (KNPB). Kelompok tersebut kemudian mencoba merangkul pelbagai kelompok bersenjata pada 1 Juli 2019.

Mahasiswa Gelar Aksi Tuntut Referendum Papua di Gedung Sate. (CNN Indonesia/Hyg)Mahasiswa Gelar Aksi Tuntut Referendum Papua di Gedung Sate. (CNN Indonesia/Hyg)

Ketua ULMWP saat itu, Benny Wenda bersama pimpinan West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL), Parlemen Nasional West Papua (PNWP), dan Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB) mendeklarasikan West Papua Army. Kelompok bersenjata ini terdiri dari Tentara Revolusi West Papua (TRWP), Tentara Nasional Papua Barat (TNPB) dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).

Propaganda HUT OPM

Direktur Imparsial Gufron Mabruri mengatakan telah terjadi pergeseran makna peringatan 1 Desember bagi masyarakat papua oleh pemerintah. Menurutnya, dalam beberapa kesempatan pemerintah justru membuat narasi momen itu sebagai HUT OPM.

Pemerintah juga beberapa kali kedapatan mengirimkan tambahan aparat bersenjata saban mendekati 1 Desember. Menurutnya, bukan tidak mungkin hal tersebut memang secara sengaja dilakukan untuk mendapatkan dukungan masyarakat Indonesia secara luas.

Pasalnya, hal tersebut dapat digunakan sebagai dalih pembenaran terhadap tindakan represif aparat terhadap mereka yang merayakannya. Padahal apapun tujuan perayaan tersebut, sudah semestinya tidak boleh tindak kekerasan yang dilakukan oleh aparat.

Tokoh Papua sekaligus Ketua Sinode Gereja Kingmi, pendeta Benny Giay mengaku tidak heran dengan distorsi informasi terkait peringatan 1 Desember bagi masyarakat Papua. Hal tersebut menurutnya, hanyalah bagian kecil dari narasi-narasi propaganda yang kerap dilakukan pemerintah.

"Iya jadi memang sengaja pemerintah menyebarkan narasi bahwa 1 Desember sebagai HUT OPM. Karena bagi kami peringatan 1 Desember jauh lebih besar daripada itu," jelasnya kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (27/11).

Benny mengatakan penyebaran narasi-narasi tersebut memang sengaja dilakukan pemerintah dan sudah terjadi sejak lama, yakni semenjak Mei 1963 pasca-penyerahan administrasi Papua Barat kepada Indonesia.

Ia menuturkan, tepat setelah prosesi tersebut selesai, pemerintah langsung membatasi akses-akses informasi dan sejarah terkait Papua.

Buku-buku, jurnal, dan pelbagai literatur lainnya yang berisikan informasi tentang Papua dimusnahkan dan dilarang peredarannya oleh pemerintah saat itu. Ia menduga, hal itu dilakukan agar publik hanya mengetahui cerita tentang Papua berdasarkan narasi tunggal milik pemerintah.

"Karena kita orang tidak pernah diberikan kesempatan untuk bersuara. Sejarah kita sendiri, kita yang terlibat langsung, tapi justru kita yang dibungkam," ujarnya.

(tfq/pmg)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER