Dilema Belajar Tatap Muka di Tengah Badai Omicron

CNN Indonesia
Selasa, 04 Jan 2022 16:10 WIB
Kemendikbudristek menginstruksikan pemda agar tidak melarang pembelajaran tatap muka (PTM) di tengah ancaman gelombang Covid-19 varian Omicron.
Sejumlah siswa-siswi mengikuti Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 01 Pondok Labu, Jakarta Selatan, Senin (3/1/2022). (CNN Indonesia/Adi Maulana Ibrahim)

Pemerhati pendidikan dari Universitas Paramadina, Totok Amin mendukung rekomendasi IDAI soal PTM. Totok menilai keputusan menggelar belajar tatap muka hingga kapasitas 100 persen tetap berisiko pada klaster penyebaran Covid-19 di sekolah.

Ia menyadari, saat ini pemerintah maupun masyarakat dalam kondisi dilematis. Di satu sisi, pemerintah harus mengejar ketertinggalan proses pembelajaran yang tak efektif selama pandemi.

Totok berkata, siswa di Indonesia saat ini telah mengalami ketertinggalan pembelajaran atau learning loss hingga satu tahun akibat pandemi. Menurut dia, learning loss akan berdampak pada kemampuan lulusan siswa yang tak sepadan dengan jenjangnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam tahap paling ekstrem, siswa atau lulusan sekolah tak akan memahami kurikulum pembelajaran di sekolah. Menurut Totok, hal itu akan berdampak pada kualitas lulusan.

"Dampak terburuknya adalah kan di ujung ketika anak itu lulus, bekerja atau menjadi pengusaha, di situ nanti dia ada yang kehilangan keterampilan untuk menghitung, literasi, keuangan, ini ujungnya di sana," kata dia kepada CNNIndonesia.com, Selasa (4/1).

"Dan kebayang kalau Anda memiliki karyawan yang literasinya rendah, itu akan sangat terdampak enggak kompetitif, rugi melulu," tambahnya.

Namun, di sisi lain, katanya, pemerintah juga harus mempertimbangkan nyawa siswa karena risiko Covid-19. Meski begitu, Totok menyarankan pemerintah agar mengikuti rekomendasi pemerintah terkait vaksinasi sebagai syarat menggelar PTM.

"Kalau kita genjot PTM 100 persen tapi vaksinasinya belum berjalan itu berbahaya. Itu bisa jadi klaster sekolah, karena omicron lebih menular dibanding Delta," kata dia.

Totok khawatir, pembelajaran tatap muka yang tak diiringi dengan angka vaksinasi yang sepadan, akan disusul dengan kenaikan kasus pada anak. Sebab masalahnya, kata dia, fasilitas kesehatan anak di Indonesia saat ini tak cukup memadai.

Hal itu diamini oleh Masdalina. Menurut dia, ruang rawat untuk anak di rumah sakit tak sebanyak dengan ruang rawat untuk orang dewasa.

Organisasi kesehatan dunia atau WHO telah memberikan standar rasio ruang rawat anak di rumah sakit. Namun, kata Masdalina, masalahnya saat ini, tak banyak rumah sakit swasta yang mau menyediakan ruang khusus bagi pasien Covid-19.

"Dan mayoritas rumah sakit di Indonesia ini swasta," kata dia.

Bagi swasta, kata Masdalina, menyediakan ruangan khusus bagi pasien Covid-19 tak menguntungkan. Oleh karena itu, ia menampik rumah sakit yang mengcovidkan pasien agar mendapat keuntungan dari pemerintah. Bahkan tak sedikit rumah sakit yang menolak pasien Covid-19.

"Rugi sebenarnya, merawat pasien covid itu rugi. Jadi, tidak banyak rumah sakit yang mengalokasikan tempat tidurnya cukup untuk covid," kata dia.

Oleh karena itu, Masdalina meminta ketegasan dari pemerintah terkait hal itu. Sebab, kekurangan tempat tidur bukan berarti rumah sakit tersebut telah penuh, melainkan karena rumah sakit kerap tak mau memberi alokasi khusus.

(thr/pmg)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER