Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengapresiasi Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat yang turun langsung menjadi jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang kasus perkosaan belasan santri yang dilakukan Herry Wirawan.
Sebagai informasi, Herry dituntut hukuman mati oleh JPU. Jaksa menyatakan Herry bersalah telah melakukan tindakan pencabulan tersebut terhadap belasan anak didiknya
Bintang menghormati tuntutan JPU terhadap pelaku kasus kekerasan seksual Herry di pondok pesantren yang dia kelola di Bandung. Sebabnya, kasus ini tidak hanya berkaitan dengan kekerasan seksual, tetapi juga eksploitasi dan penyalahgunaan bantuan sosial.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tuntutan yang diberikan kepada tersangka adalah tuntutan yang seberat-beratnya. Tidak hanya kebiri, tapi juga hukuman mati, demikian juga denda dan restitusi termasuk sita aset milik pelaku, yang nantinya aset lelangnya ini diperuntukkan kepada korban dan anak-anaknya," kata Bintang melalui keterangan resmi yang diterima CNNIndonesia.com, Kamis (13/1).
Bintang berharap tuntutan tersebut nantinya dapat dikabulkan oleh hakim.
"Mudah-mudahan nanti di pengadilan, keputusan hakim tidak jauh berbeda dengan tuntutan jaksa penuntut umum," ujarnya.
Di sisi lain, Bintang juga menyampaikan apresiasi terhadap aparat penegak hukum yang mengedepankan kepentingan terbaik bagi korban dalam penanganan kasus, utamanya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Menurut Bintang, tambahan fungsi layanan rujukan akhir sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2020 Tentang Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak membuka kesempatan yang lebih luas bagi KemenPPPA untuk melakukan koordinasi langsung dengan pemerintah daerah.
"Selain itu, kami dapat melakukan monitoring dan langsung mencarikan jalan keluar bagi permasalahan yang ada di lapangan yang selama ini kami koordinasikan dengan Kementerian/Lembaga terkait," katanya.
Terpisah, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi mengusulkan agar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren direvisi untuk memasukan materi pengawasan masyarakat terhadap pesantren.
Hal itu Ia katakan merespons maraknya pelecehan seksual terjadi di pesantren belakangan ini yang terkuak ke publik.
"Saya kira kami mohon telaah ulang apakah bisa dilakukan semacam revisi agar pemerintah dan masyarakat bisa memiliki akses pengawasan di pesantren," kata Zainut dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI, Kamis (13/1).
Zainut menilai UU Pesantren saat ini tak memuat regulasi terkait pengawasan. UU itu, kata dia hanya mengatur soal Dewan Masyayikh. Namun, fungsi dewan itu sekadar penguatan terhadap konten pendidikan.
Di sisi lain, Zainut mengakui bahwa kasus kekerasan seksual dapat terjadi di mana saja. Tak terkecuali di lembaga pendidikan. Namun, Ia menegaskan tindakan bejat itu seharusnya tak terjadi di lingkungan pendidikan seperti pesantren.
"Bahwa itu terjadi di pondok pesantren, iya, tapi itu tidak mencerminkan seluruh pesantren yang ada. Sebagian kecil pesantren yang melakukan itu dan memang seharusnya pelecehan seksual itu tidak terjadi di lembaga pendidikan, khususnya pesantren," kata dia.
Selain itu, Zainut menyatakan Kemenag tengah berupaya untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual di pesantren. Salah satunya dengan pengetatan pendirian pondok pesantren.
Ia mencontohkan Kemenag akan mengatur bahwa pendirian pondok pesantren perlu memegang rekomendasi dari organisasi massa Islam.
Ormas-ormas Islam itu, kata dia, nantinya memberikan rekomendasi dan turut melakukan pengawasan di lembaga pendidikan pesantren.
"Agar ormas itu bisa memberikan pengawasan kepada pondok pesantren. Saya kira ini bagian yang sangat serius. Terima kasih atas dukungannya," kata Zainut.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto mengakui terbuka atas usulan revisi UU Pesantren. Baginya, perlu ada tambahan elemen di dalam undang-undang tersebut, salah satunya terkait pengawasan.
"Memang ini Undang-undang Pesantren untuk pertama kali diketok oleh DPR dan pemerintah pada 2019 itu tentu banyak kelemahan di sana-sini dan terbuka untuk direvisi karena perkembangan tentu banyak," kata Yandri.