Amnesty Kritik Tuntutan Hukuman Mati Herry Wirawan, Desak RUU TPKS

CNN Indonesia
Jumat, 14 Jan 2022 02:20 WIB
Direks Amnesty International Indonesia menyatakan hukuman mati tidak sesuai dengan prinsip hak asasi manusia (HAM).
Terdakwa kasus perkosaan 12 santri di Bandung Herry Wirawan (tengah). (Arsip Humas Kejati Jabar)
Jakarta, CNN Indonesia --

Amnesty International Indonesia (AII) secara tegas menolak tuntutan hukuman mati yang dilayangkan jaksa penuntut umum (JPU) kepada terdakwa kasus perkosaan belasan santri di Bandung, Jawa Barat, Herry Wirawan.

Direktur Eksekutif AII, Usman Hamid mengaku, pihaknya sepakat bahwa tindakan yang dilakukan oleh Herry Wirawan sama sekali tidak dapat dibenarkan dan menginjak-injak perikemanusiaan.

Hanya saja, tuntutan maksimal berupa hukuman mati dan hukuman tambahan berupa kebiri kimia dan denda terhadap Herry juga tidak sesuai dengan prinsip hak asasi manusia (HAM).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pertama berlawanan dengan prinsip HAM. Kedua bentuk penghukuman itu jelas tidak manusiawi, kejam, dan merendahkan martabat manusia," ujarnya ketika dikonfirmasi, Kamis (13/1).

Usman berpendapat hukuman terhadap para pelaku kekerasan seksual, khususnya Herry memang penting untuk memastikan keadilan bagi para korban. Akan tetapi, pemberian hukuman tidak sepatutnya dilakukan bukan dengan cara yang keji.

"Penghukuman pelaku juga setara pentingnya. Tapi bukan dengan bentuk-bentuk penghukuman yang keji," tegasnya.

Menurutnya, kasus Herry tersebut menunjukkan betapa meluasnya kejahatan seksual di Indonesia. Oleh sebab itu, kata dia, diperlukan perubahan besar-besaran dengan cara mendorong pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Sebab jika sudah sah menjadi undang-undang, ia menilai payung hukum tersebut dapat mampu membantu mengatasi masalah kekerasan seksual secara menyeluruh.

"Kasus Herry dan banyak kasus lainnya juga semakin menunjukkan betapa meluasnya kejahatan seksual di Indonesia. Karena itu kita perlu mendorong perubahan besar-besaran, salah satunya dengan pengesahan RUU TPKS," kata Usman.

Pengesahan RUU TPKS, kata Usman, juga dapat membantu pemenuhan hak korban untuk mendapat kan hak-haknya. Mulai dari hak atas penanganan, hak atas perlindungan, dan hak atas pemulihan yang sangat penting untuk memberikan keadilan pada korban.

"Menghukum satu orang saja tidak akan mengubah situasi kedaruratan kekerasan seksual. Wujudkan perlindungan masyarakat dari kekerasan seksual, dengan menghukum pelaku secara adil dan dengan mengesahkan RUU TPKS segera," katanya.

Sebelumnya, terdakwa Herry Wirawan, pelaku pemerkosaan terhadap 12 santriwati di Bandung dituntut hukuman mati dengan pidana tambahan berupa kebiri kimia oleh JPU di Pengadilan Negeri Kelas IA Bandung, Jawa Barat, Selasa (11/1).

Jaksa yang merupakan Kepala Kejati Jabar, Asep N Mulyana menilai, Herry terbukti bersalah melakukan aksi pencabulan terhadap 12 santrinya. Salah satu pertimbangan jaksa, perbuatan terdakwa dinilai telah masuk kategori kekerasan seksual dengan mengacu kepada konvensi PBB yang menentang penyiksaan yang tidak manusiawi.

Pasalnya, dari belasan santri itu, beberapa di antaranya disebut tengah dalam kondisi mengandung. Bahkan lima korbannya telah melahirkan sampai dua kali.

Herry kemudian disangkakan telah melanggar tindak pidana Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Baca berita selanjutnya

Respons Menteri PPPA dan Wamenag

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER