Pakar di Padang soal Mega Sindir Sumbar: Musyawarah Tak Jalan di RI

CNN Indonesia
Sabtu, 15 Jan 2022 10:10 WIB
Pakar sosiologi politik dari Universitas Negeri Padang merespons pernyataan Megawati dengan menyatakan perubahan itu bukan hanya masalah di Sumbar.
Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. (CNN Indonesia/Andry Novelino)

Terkait tidak adanya tokoh populer yang berasal dari Sumbar, Pakar Sosiologi Politik Universitas Negeri Padang (UNP) Eka Vidya Putra mengatakan permasalahan itu juga tengah dihadapi tingkat Nasional. Ia berkaca demikian karena melihat dari tokoh calon presiden selama dua periode yang itu-itu saja, yaitu Joko Widodo dan Prabowo Subianto.

Tidak hanya itu, menurut Eka, para menteri dan anggota legislatif juga berasal dari orang-orang yang sama. Bahkan ada beberapa nama yang sudah hilang, kemudian muncul lagi.

"Jejak menteri dan legislatif juga lu lagi lu lagi isinya. Bahkan sudah ada yang hilang kemudian muncul lagi," jelas Eka.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Eka mengatakan, hal itu dapat terjadi akibat tidak adanya proses rekruitmen yang bagus dari setiap partai politik. Bahkan partai politik sekarang mengedepankan siapa yang punya uang dan popularitas dibandingkan, mencari tokoh-tokoh muda yang memiliki integritas dan idealisme, dan pemikiran yang baik.

"Artinya, mobilitas itu yang hari ini tidak ada, Jadi ketika Ibu Mega berbicara seperti itu, ya Sumbar salah satu contohnya, tapi tidak hanya Sumbar," katanya.

Eka menerangkan hari ini para tokoh politik yang maju merupakan tokoh politik yang memiliki privilese atau hak istimewanya masing-masing, misal karena posisi atau jabatan orangtua dan kerabatnya. Bahkan menjadi professor saja itu bisa menjadi bermasalah ketika maju ke MK.

Kritik Megawati menurut Eka sangat tajam, tapi menjadi salah jika hanya membicarakan Sumbar saja karena hal itu terjadi di semua tempat di semua lokasi.

Pada awal kemerdekaan, setiap partai politik muncul untuk mengedepankan pertarungan ideolog dan ide-ide, serta bentuk pluralitas dalam berpendapat.

"Pada dasarnya kemunculan banyak partai itu terjadi ketika semua orang memiliki ide-idenya masing-masing dan diberi hak untuk menyampaikan gagasannya masing-masing," katanya.

Hal itu dapat terjadi karena adanya keterbukaan dan kesejajaran hak sehingga tersedia ruang publik untuk saling menyampaikan ide.

Dari banyaknya pertarungan gagasan dan konsep, Sukarno menggabungkan semua gagasan itu menjadi Nasakom, cikal bakal pancasila dan konsep keberagaman dan kesetaraan, bhinneka tunggal ika.

"Itu [zaman] dulu, hari ini semua orang sibuk membicarakan isu, dan tidak lagi berbicara konsep. Sehingga ide-ide tidak lagi diperbaharui dan mudah diarahkan," katanya.

Eka mengatakan isu itu bersifat tidak substansial, isu dapat dikover yang seolah-olah merupakan kepentingan rakyat, namun ternyata untuk membicarakan kepentingan jangka pendek saja.

"Misal membicarakan isu presiden tiga kali, de magog seolah-olah itu kepentingan rakyat, mengangkangi demokrasi," sebutnya.

"Kemudian contoh yang lainnya yaitu di perguruan tinggi, pemilihan rektor itu melalui presiden, dan melalui menteri, dimana suara mayoritas senat diabaikan. Kemudian pemilihan bupati dan wakil bupati diusulkan oleh DPC dan DPD. Jadi jelas sistem yang membuat kita tidak bisa muncul dan itu terjadi secara nasional. Jadi bukan di SUumbar, namun di seluruh Indonesia," tambah Eka. 

(nya/kid)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER