Mantan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengklaim ada pihak-pihak yang berusaha menjatuhkan dirinya terkait kasus dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Lampung Tengah pada tahun 2017.
Azis mengatakan, meski saat itu dirinya menjabat sebagai ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, namun keputusan final anggaran suatu daerah bukan dalam ranah kewenangan Banggar.
Oleh sebab itu, ia menilai, keliru jika ada pihak yang menganggap dirinya terlibat dalam penentuan besaran anggaran DAK di Lampung Tengah. Kendati demikian, pernyataan tersebut kembali dipertanyakan oleh Hakim Anggota Fahzal Hendri dalam persidangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi kenapa pikiran orang-orang Banggar punya kekuasaan menentukan besaran anggaran?," tanya Fahzal dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Senin (17/1).
"Orang jual nama saya Pak," jawab politikus nonaktif Golkar itu.
Fahzal kemudian mempertanyakan kembali mekanisme penentuan anggaran untuk suatu daerah. Termasuk soal kewenangan penentuan anggaran yang diklaim Azis bukan di Banggar.
"Jadi bukan tugas Banggar? Lalu siapa yang merumuskan terakhir? Siapa yang ketok palu?," ujar Fahzal.
"Pemerintah yaitu Menteri Keuangan dan Bappenas," sebut Azis.
"Tidak bisa langsung (pengajuan) ke Banggar?," cecar Fahzal.
"Tidak bisa," kata Azis.
Azis kemudian menjelaskan, bahwa tugas Banggar di DPR hanya membahas skema ekonomi makro dan mikro.
Dalam kasus ekspor batu bara yang dicanangkan pemerintah, misalnya, Banggar DPR disebut hanya ikut memutuskan bagaimana langkah yang mesti diambil oleh negara.
"Banggar bertugas menentukan ekonomi makro dan mikro, mata uang dan lain sebagainya. Seperti ekspor batu bara, itu masuk dalam kebijakan ekonomi makro dan mikro," paparnya.
Azis lalu membantah pernah membahas perkara DAK Lampung Tengah dalam pertemuannya dengan eks penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju.
"Apakah saudara ada pembicaraan dengan Stepanus Robin Pattuju terkait perkara Lampung Tengah?" tanya JPU
"Tidak," timpal Azis.
Azis juga membantah bahwa pemberian uang sebesar Rp210 juta kepada Robin dilakukan sebagai imbalan pengurusan kasus DAK Lampung Tengah tahun 2017.
"Saat meminjam Rp210 juta itu, apa Stepanus Robin Pattuju pernah sampaikan ke saudara yang Lampung Tengah itu," tanya jaksa.
"Pada pertemuan berikutnya yang tadi saya sampaikan ditanyakan jaksa sebelumnya bahwa dia datang dengan membawa foto kopi dan lain sebagainya itu," jawab Azis.
Azis mengaku, dalam pertemuan itu, Robin justru mengancam dirinya menggunakan sejumlah artikel pemberitaan yang menyeret dirinya.
Ancaman tersebut, kata dia, digunakan oleh Robin untuk meminjam sejumlah uang kepada dirinya. Hal tersebut dilakukan Robin saat berkunjung ke rumah dinasnya di wilayah Jakarta Selatan.
"Saya tidak ingat persis ya, tapi perkiraan saya nih, dia (Robin) menakut-nakuti 'Pak ini bahaya Pak, dan kalau enggak ini bisa Bapak dipanggil (KPK), bisa Bapak segala macam'," ucap Azis.
Azis mengklaim tidak mengetahui secara pasti isi dari artikel berita itu, karena dia hanya membacanya sekilas. Akan tetapi ia menampik bahwa pemberitaan tersebut berkaitan dengan kasus DAK Lampung tengah.
"Macam-macam, ada urusan perkara-perkara yang saya tidak ingin sebutkan. Karena akan menyangkut pihak lain, karena setiap perkara ada nama saya disebut," imbuhnya.
Lebih lanjut, dirinya juga merasakan adanya bahaya sebagaimana yang diancam oleh Robin. Ia menyebut, bahwa artikel yang dibawa Robin tidak berbahaya untuknya.
"Saya enggak tahu pak, dia (robin) yang ngomong bahaya, saya enggak merasa saya bahaya," ujar Azis.
Diketahui, Azis Syamsuddin didakwa memberi uang senilai Rp3.099.887.000,00 dan US$36.000 kepada mantan penyidik KPK, AKP Stepanus Robin Pattuju dan seorang pengacara bernama Maskur Husain.
Uang itu diberikan agar Robin dan Maskur membantu mengurus kasus yang melibatkan Azis dan Aliza Gunado terkait penyelidikan Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN-P Kabupaten Lampung Tengah Tahun Anggaran 2017. Di kasus Lampung Tengah ini, Azis dan Aliza diduga menerima suap.
Adapun dalam perkara yang berbeda, hakim menjatuhkan hukuman 11 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsidair enam bulan penjara terhadap mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Stephanus Robin Pattuju.
Hakim menilai Robin terbukti bersalah karena menerima suap sebesar Rp11.025.077.000 dan USD36 ribu atau setara Rp11,538 miliar. Suap tersebut Robin terima guna mengakali lima kasus korupsi di KPK. Salah satunya, berkaitan dengan Azis Syamsuddin.
"Menjatuhkan pidana dengan pidana penjara 11 tahun dan pidana denda Rp500 juta subsidair enam bulan penjara ," kata Ketua Majelis Hakim Tipikor, Djuyamto, Rabu (12/1).