Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari menilai naskah akademik RUU IKN memiliki kualitas yang lebih rendah ketimbang skripsi mahasiswa jenjang Strata 1.
"Kalahlah dengan skripsi anak S1," katanya kepada CNNIndonesia.com, Jumat (21/1).
Pasalnya, naskah akademik itu tidak memuat penjelasan filosofis sampai sosiologis. Dari sisi filosofis, misalnya,nihil alasan pemilihan 'Nusantara' sebagai nama ibu kota baru.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari sisi sosiologi, Feri juga tak melihat kajian soal pilihan lokasi IKN dan kondisinya. Padahal, naskah akademik mestinya memuat sudut pandang masyarakat terkait pemindahan IKN.
Sedangkan, dari segi teknis, Feri menyebut naskah akademik terlihat dibuat secara terburu-buru. Buktinya, terdapat salah penulisan kata pada kata 'Pendahuluan' menjadi 'Pengahuluan'.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (PB AMAN) mengungkapkan pemindahan IKN akan berpotensi menambah sengketa lahan dan konflik yang ada di masyarakat Penajam Paser Utara (PPU) dan Kutai Kartanegara (Kukar), khususnya masyarakat adat. Hal itu dipicu oleh pembukaan lahan di kawasan IKN.
Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM Pengurus Besar AMAN, Muhammad Arman mengatakan pada 2019 telah terjadi tumpang tindih lahan di kawasan IKN. Tumpang tindih itu menyebabkan sengketa lahan dan konflik di lahan seluas 30.000 hektare milik 13 komunitas masyarakat adat.
"Wilayah yang dimaksudkan dengan wilayah IKN itu kan sudah ada banyak sekali konsesi di sana. AMAN mencatat itu ada 162 konsesi kehutanan, itu belum termasuk tambang, sawit dan PLTU batubara," kata Arman kepada CNNIndonesia.com, Rabu (19/1).
"Pasti (sengketa dan konflik akan semakin tinggi). Kan, pemindahan IKN itu dia butuh lahan kan," imbuhnya.
(cfd/pmg)