ANALISIS

Kerja 'Senyap' Anies dan Banjir Tak Berujung di Sudut Jakarta

CNN Indonesia
Selasa, 25 Jan 2022 08:01 WIB
Gubernur Anies tinjau banjir di Jakarta. (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Jakarta, CNN Indonesia --

Banjir kembali menjadi momok bagi warga DKI Jakarta. Awal tahun 2022, banjir merendam sejumlah wilayah Ibu Kota akibat hujan deras yang mengguyur.

Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta, ada 102 RT yang tergenang di Jakarta per Rabu (19/1). Setidaknya 1.194 jiwa dari 310 kepala keluarga (KK) harus mengungsi.

Banjir yang terus melanda Ibu Kota membuat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mendapat sorotan. Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono, sempat menyindir pernyataan Anies yang mengklaim banjir di Ibu Kota cepat surut karena kerja senyap.

Gembong menyebut, kerja senyap yang dimaksud Anies adalah Pemprov DKI tidak mengerjakan apa-apa.

"Kerja senyap karena memang tidak ada yang dikerjakan. Ya kerjanya senyap karena memang tidak ada yang dikerjakan. Memang senyap Pak Anies betul itu, bahasanya, memang enggak ada yang dikerjakan," kata Gembong beberapa waktu lalu.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebelumnya mengklaim banjir yang terjadi di Jakarta surut dalam waktu cepat karena kerja senyap dan tuntas jajaran Pemprov DKI.

"Alhamdulillah, berkat kesiapan dan tanggapnya jajaran Pemprov DKI sebagian besar titik banjir kemarin sudah surut di hari yang sama," kata Anies dikutip dari akun instagram pribadinya, Rabu (19/1).

Dia mengatakan banjir di sejumlah wilayah Ibu Kota pada Selasa (18/1) lalu adalah akibat hujan dengan intensitas ekstrem.

Anies mencontohkan curah hujan di Kemayoran tercatat mencapai 204 milimeter, di Teluk Gong 193 mm, di Pulomas 177 mm, dan Kelapa Gading 163 mm.

"Curah hujan di atas 150 mm adalah kondisi ekstrem. Kapasitas drainase di Jakarta berkisar antara 50-100 mm. Bila terjadi hujan di atas 100 mm per hari, pasti akan terjadi genangan banjir di Jakarta," katanya.

Anies menyatakan hujan ekstrem turun dan menyebabkan banjir, pihaknya memprioritaskan untuk memastikan warga aman dan tak ada korban jiwa.

Di sisi lain, Anies sebetulnya memiliki sejumlah program untuk mengatasi banjir yang menjadi langganan setiap tahun. Beberapa program itu di antaranya pembangunan sumur resapan, grebek lumpur, hingga naturalisasi sungai.

Tak Berjalan Sesuai Rencana

Menurut Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti, Yayat Supriatna program-program itu tak berjalan sesuai rencana. Ia menilai, program-program yang dicanangkan Anies sekadar wacana idealisme tanpa implementasi.

"Kita harus bisa berikan gambaran yang konkret. Memang harus menghindari wacana-wacana idealisme dan kepada bentuk konkret langsung yang bisa diimplementasikan. Jadi ada bagusnya, kalau ada gagasan bagus langsung dijalankan," ungkap Yayat saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (24/1).

Di sisi lain, Yayat menilai Anies masih memiliki waktu enam bulan ke depan untuk merealisasi program-program penanganan banjir miliknya.

"Sebetulnya yang bisa dilakukan dalam waktu 6-7 bulan ke depan itu mungkin menuntaskan sesuatu, sudah menuntaskan apa yang belum selesai terlebih dahulu. Di RPJMD di tahun kelima ini itu diselesaikan dulu lah," ungkapnya.

Pakar Hidrologi Universitas Gadjah Mada, Pramono Hadi turut menyoroti program-program penanganan banjir ala Anies. Untuk program sumur resapan, ia menilai langkah ini tidak tepat.

Menurut Pramono, dataran Jakarta secara umum dibentuk kombinasi antara pengendapan laut dan muara sungai. Sehingga, lapisan tanah yang ada di Jakarta cenderung bersifat liat tanahnya.

"Tanah liat itu akan susah untuk meresapkan air, poinnya di situ. Sehingga kalau di sana dibuat resapan mungkin tidak terjadi resapan," ujar Pramono.
Ia menilai, program sumur resapan ala Anies tidak akan efisien dan efektif. Apalagi jika air tanah di Jakarta dangkal.

"Kalau kita bicara resapan sebagaimana yang sekarang dibikin Pemprov itu banyak sekali, itu enggak akan efisien. Apalagi mungkin air tanah beberapa tempat di Jakarta itu dangkal ya, tidak efektif lah," kata Pramono.

"Dan dia kalau sudah penuh, kena hujan penuh, dia enggak meresap," imbuhnya.

Sementara itu, untuk program naturalisasi sungai, menurutnya ini juga salah kaprah. Ia menegaskan, konsep itu salah persepsi.

"Naturalisasi sungai itu, konteksnya gini, ini ada salah persepsi, mungkin secara engineering ya harus ditanggul. Jangan kemudian tanggulnya dibuang. Untuk wilayah-wilayah tertentu yang masih ibaratnya masih bagus kawasan sekitar, itu bagus untuk dipertahankan," jelasnya.

Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga menambahkan bahwa program-program Anies dalam menangani banjir tidak efektif.

"Yang saya sayangkan program-program seperti grebek lumpur sungai, ternyata tidak terbukti efektif dalam mengatasi banjir kali ini," ungkap Nirwono.

Menurut dia, banjir di Jakarta beberapa waktu lalu sebetulnya bisa dicegah. Sebab, banjir kali ini disebabkan oleh hujan lokal yang diprediksi bakal mencapai puncaknya pada bulan Januari-Februari 2022.

"Hujan itu sudah bisa diprediksi bulan kapan, puncaknya kapan, dan berapa curah hujannya. Kedua, pasti kita tahu titik-titik langganan banjir ini tidak pernah jauh, selalu dekat bantaran kali, selalu di daerah-daerah pemukiman yang saluran airnya buruk, tidak banyak peta berubah langganan banjir," ujar Nirwono.

Menurut Nirwono, seharusnya, siapapun gubernurnya punya iktikad baik untuk menyelesaikan masalah banjir dengan fokus. Ia menyebut, setidaknya ada lima fokus yang harus dikerjakan dalam mencegah banjir jakarta.

"Benahi sungai, revitalisasi situ, danau atau waduk, perbaikan saluran airnya, restorasi kawasan pesisir untuk banjir rob, dan menambah daerah RTH untuk resapan air," ungkap dia.

"Itu pasti akan turun secara signifikan. Dan yang penting berkelanjutan," imbuhnya.

(dmi/dal)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK