Pengesahan kepengurusan DPP Partai Nanggroe Aceh (PNA) dikritik kader lantaran masih mengakui terpidana kasus korupsi Irwandi Yusuf sebagai Ketua Umum.
Sebelumnya, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Aceh menyerahkan SK Pengurus DPP PNA ke kubu Irwandi Yusuf, akhir tahun lalu.
Anggota DPR Aceh yang juga merupakan kader PNA, Falevi Kirani, menilai hal itu menjadi preseden buruk bagi demokrasi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak ada satu partai politik pun di Indonesia bahwa ketua umumnya itu di penjara, kasus korupsi pula. Itu juga menjadi justifikasi terhadap partai-partai nasional lainnya," cetus dia, kepada wartawan, Rabu (26/1).
Menurutnya, hal itu akan menyulitkan partai terutama saat melakukan verifikasi faktual oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pada tahapan ini, ketua umum partai wajib hadir. Sementara, Irwandi Yusuf tengah menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung.
"Kalau misalnya Irwandi, bagaimana verifikasi faktual. Artinya verifikasi faktual PNA itu tidak lewat dan PNA tidak bisa jadi peserta Pemilu 2024," ujarnya.
PNA sendiri sempat mengalami dualisme kepengurusan usai kongres luar biasa (KLB) untuk memilih ketua umum setelah Irwandi divonis bersalah. Dalam KLB tersebut, Samsul Bahri ditetapkan sebagai ketua umum pengganti Irwandi.
Namun, loyalis Irwandi di PNA menolak hasil KLB, yang kemudian berbuntut dualisme kepengurusan. Belakangan, Kemenkumham Aceh hanya menyetujui SK pengurus yang diketuai oleh Irwandi Yusuf.
"Menkumham juga harus bertanggung jawab karena ini, kita KLB itu sudah lama mengusulkan. Tiba-tiba mereka menolak hasil KLB itu," katanya.
Wakil Ketua II DPP PNA Yazir Akmarullah mengatakan pihaknya tidak akan memberikan sanksi terhadap kader partai yang coba membelot lewat KLB. Bahkan, pihaknya akan merangkul kader yang terutama duduk di kursi DPR Aceh.
"Mereka masih anggota PNA, tapi Samsul Bahri tidak lagi ketua harian. Mereka hanya anggota PNA yang menjabat sebagai anggota DPRA meskipun tidak ada dalam pengurus DPP PNA," aku dia.
Pihaknya tetap menerima masukan dari mantan peserta KLB, menurutnya tidak ada yang harus di sanksi dari mereka. Sebab, dinamika politik yang terjadi sebelumnya membuat DPP PNA bisa mengintropeksi diri.
![]() |
"Artinya tidak ada dosa KLB dalam tubuh PNA, persoalan kongres KLB itu adalah nelangsa politis, pembelajaran politik bagi kader," katanya.
Diketahui, Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Aceh Meurah Budiman menyerahkan surat keputusan tersebut kepada Sekjen PNA Miswar Fuady, Jumat (31/12/2021).
Pada kesempatan itu, Meurah meminta pengurus yang baru untuk terus berkontribusi dalam kemajuan perpolitikan Aceh. Ia juga berharap PNA akan menjadi partai yang mampu membawa perubahan.
"Semoga pengurus yang mampu meningkatkan konsolidasi internal dalam rangka menguatkan dan membesarkan partai guna kemajuan Aceh," ujarnya, dikutip dari laman Kemenkumham Aceh.
Eks Gubernur Aceh Irwandi Yusuf mulanya divonis 7 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menerima suap sebesar Rp1,05 miliar terkait proyek-proyek yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) dan gratifikasi sejumlah Rp8,71 miliar.
Di tingkat Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta, hukuman Irwandi Yusuf diperberat menjadi 8 tahun penjara. Pada tingkat Kasasi, MA memutus Irwandi kembali dihukum 7 tahun penjara.
(dra/arh)