Sejumlah pengamat menilai uji materi usia pensiun TNI cuma untuk kepentingan perpanjangan masa jabatan Panglima tanpa memperhatikan efeknya pada penumpukan perwira tanpa jabatan alias non-job.
Gugatan itu sebelumnya diajukan oleh sejumlah pensiunan TNI. Mereka meminta MK untuk menyetarakan masa pensiun anggota TNI dengan anggota Polri.
"Dampak utama bagi organisasi TNI apabila gugatan ini dikabulkan adalah meluasnya bottleneck dalam pengelolaan karir prajurit TNI. Penambahan usia pensiun akan dapat memperparah fenomena prajurit non-job dalam institusi militer," kata Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabas saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (10/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penambahan usia pensiun itu, katanya, membuat pengelolaan karier prajurit akan semakin kompleks akibat pelambatan laju pensiun.
"Tentunya ini akan membuat karier prajurit yang lebih muda terkendala dan tidak menutup kemungkinan fenomena non-job meluas ke berbagai jenjang kepangkatan," ujarnya.
Anton memprediksi fenomena penumpukan perwira di kepangkatan tertentu yang merupakan efek dari perpanjangan usia pensiun bakal baru terasa setelah 5 tahun jika uji materi UU TNI itu dikabulkan.
Saat ini pun, katanya, jumlah perwira non-job terbilang tinggi. Menurut dia, kepangkatan kolonel ke atas masih defisit jumlah perwira hingga 2008. Sebanyak 156 pos jabatan belum terisi.
Setahun kemudian, surplus perwira mulai terjadi dengan 211 perwira pangkat kolonel ke atas non-job. Pada 2018, angka surplus perwira tingginya melonjak hingga 1.183 orang.
"Sekalipun Mabes TNI sudah menyiapkan sejumlah inisiatif seperti menambah Masa Dalam Pangkat (MDP) dan jumlah jabatan dengan memekarkan struktur, hal tersebut tetap tidak mengakhiri fenomena nonjob," jelas Anton.
"Sebab, laju promosi dan laju pensiun tidak disertai intervensi kebijakan yang kuat dan konsisten," lanjutnya.
Oleh karenanya, penambahan usia pensiun, apalagi mencapai 60 tahun, bukan lah solusi dalam pengelolaan karier prajurit TNI ke depan. Anton pun menyebut penambahan frasa 'mempunyai keahlian khusus' dan 'sangat dibutuhkan' berpotensi multitafsir dan sebaiknya dihindari.
"Justru yang lebih dibutuhkan adalah adanya pengaturan wajib Masa Persiapan Pensiun untuk semua jenjang kepangkatan terhitung satu tahun sebelum usia pensiun. Kebijakan ini dibutuhkan agar prajurit yang akan pensiun dapat mempersiapkan diri untuk karir selalnjutnya usai berhenti dari militer," ujarnya.
Terpisah, Direktur Imparsial Gufron Mabruri mengatakan upaya pengujian aturan masa pensiun itu tidak dilandaskan pada kepentingan penataan dan pembangunan internal TNI.
"Misalnya, potensi semakin menumpuknya perwira menengah tanpa jabatan yang sebelumnya telah menjadi persoalan di TNI. Karena itu, upaya perpanjangan tersebut akan memunculkan masalah-masalah baru ke depan," kata Gufron.
Gufron menilai yang terlihat dari pengujian tersebut lebih untuk kepentingan jangka pendek.
"Termasuk untuk perpanjangan masa jabatan panglima TNI," cetusnya.
Bersambung ke halaman berikutnya...