Kedamaian di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah pada Selasa (8/2) pagi dirusak oleh rombongan pasukan kepolisian dengan peralatan lengkap. Desa dikepung, spanduk bertuliskan protes penolakan dicopot, aparat menyisir setiap sudut desa. Telepon genggam warga diperiksa tanpa meminta izin. Kegiatan canda gurau warga di warung kopi berubah menjadi mencekam.
Warga memilih masuk ke rumah dan mengunci pintu rapat-rapat. Hanya bisa mengintip dari balik tirai rumah mencari tau apa yang tengah terjadi. 60 warga dicokok oleh aparat tanpa pandang usia. Mencoba membela diri namun sia-sia. Warga berteriak, alerta menggema, alarm tanda genting dibunyikan di media sosial. Langkah yang masih tersisa agar suara warga di dengar.
Perlawanan itu bukan tanpa alasan, warga desa tak setuju tanah tercintanya diobrak-abrik untuk proyek penambangan batu andesit yang rupanya terkubur di desa itu. Belum ada kata sepakat, namun pengukuran tanah telah dilakukan. Pemerintah mengklaim sepihak pengukuran tersebut berdasarkan keinginan warga.
Semua soal proyek pembangunan Bendungan Bener. Salah satu proyek strategis nasional (PSN) di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan total investasinya mencapai Rp2,06 triliun dan didanai dari APBN-APBD. Penanggungjawab proyek tersebut dipegang oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pimpinan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono. Rencana konstruksi proyek bendungan telah dimulai sejak 2018 dan direncanakan selesai pada 2023 mendatang.
Pembangunan Bendungan Bener diklaim memberikan berbagai manfaat bagi masyarakat. Manfaat yang dimaksud adalah suplai air untuk lahan sawah beririgasi untuk 13.589 Ha daerah irigasi eksisting dan 1.110 Ha daerah irigasi baru. Kemudian, sumber pemenuhan air baku untuk masyarakat sekitar 1.500 liter/detik.
Manfaat lain yakni sebagai pembangkit listrik di Kabupaten Purworejo sekitar 6 Mega Watt, serta mengurangi potensi banjir untuk Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Kulonprogo dengan nilai reduksi banjir 8,73 juta m3.
Di balik itu, deretan penyimpangan terpampang jelas. Tak hanya berkonflik pada pembebasan lahan, beberapa akademisi mengkritisi analisis dampak lingkungan (ANDAL) Bendungan Bener yang dianggap mengandung sejumlah masalah.
Pakar ekologi politik IPB Soeryo Adiwibowo menyebut Andal Bendungan Bener punya banyak kelemahan. Salah satu temuan masalah yang paling disoroti adalah penggabungan Andal pembangunan Bendungan Bener dengan kegiatan penambangan batu andesit yang akan dijadikan sebagai bahan material bendungan.
Seharusnya kedua aspek tersebut dipisah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020.
"Penggabungan dua kegiatan dalam satu Amdal bisa dilakukan, tapi harus memisahkan dampak dari dua kegiatan ini secara berbeda," kata dia.
Dua kegiatan itu adalah penambangan batu andesit di Wadas untuk memasok material bendungan dan proyek bendungan itu sendiri. Menurutnya, metode penelitian proyek ini juga tidak valid.
Akibatnya, dokumen Amdal ini tidak dapat dijadikan acuan pengambilan keputusan. "Dengan demikian, izin lingkungan yang dikeluarkan Gubernur Jawa Tengah tidak valid secara akademik," jelasnya.
Analisis risiko juga dianggap tidak dilakukan komprehensif, sehingga berpotensi menimbulkan dampak serius secara fisik dan psikis warga serta memicu bencana alam.
"Analisis risiko dilakukan tidak komprehensif, berpotensi menimbulkan dampak serius secara fisik, psikis, dan memicu bencana alam lain tanpa proses tanggung jawab yang jelas," kesimpulan para akademisi.
Soeryo menyebut ada metode penelitian yang tidak tepat digunakan, yakni purposive sampling. Dia menganggap metode itu cenderung mengatur skala ordinal yang menghitung selisih antara dampak jika pembangunan dilakukan dan tidak dilakukan.
"Meski model ini tidak bermasalah, tetapi jika model ini digunakan untuk mencari bilangan penjumlah, hasil penjumlahan menjadi tidak valid dan tidak logis" kata dia.
Para akademisi meminta Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mencabut izin lingkungan Andal dan menghentikan penambangan di Wadas.
"Mengubah watak pembangunan pemerintah yang cenderung mengejar pertumbuhan ekonomi dan mengabaikan manusia dan lingkungan, sehingga proyek serupa harus ditinjau ulang," tulis kesimpulan para akademisi.
Sejauh ini Gubernur Ganjar Pranowo belum menyikapi temuan ganjal dari Andal Bendungan Bener yang ditemukan para akademisi.
Akan tetapi, Ganjar sudah menggelar rapat untuk melakukan evaluasi terkait proyek pembangunan Bendungan Bener. Rapat dilakukan beberapa hari setelah aparat dalam jumlah besar dikerahkan ke Desa Wadas.
"Setelah kemarin saya menemui warga Wadas, hari ini saya mengumpulkan dinas-dinas serta BBWS Serayu Opak dan BPN Jateng. Kita evaluasi semuanya. Dan saya ingatkan, jangan ada yang main-main di proyek Bendungan Bener ini," cuit Ganjar melalui akun twitternya @ganjarpranowo dikutip Selasa, (15/2).