Profesor Riset bidang Geoteknologi-Hidrogeologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Robert Delinom juga melihat penurunan muka tanah di DKI mencapai 0,1-8 cm per tahun. Khusus periode 2000-2005, penurunannya mencapai 5 hingga 15 sentimeter per tahun.
"Besar penurunan permukaan tanah berbeda-beda di setiap wilayah. Faktor utamanya adalah kondisi air bawah tanah yang kualitasnya semakin menurun," jelasnya.
Juru Bicara Kementerian PUPR Endra S Atmawidjaja mencatat perbedaan laju penurunan di berbagai wilayah di Jakarta. Di antaranya, penurunan tanah di Pantai Dadap, Muara Angke, Jakarta Utara, mencapai 4 cm per tahun;
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pelabuhan Sunda Kelapa dan Ancol 3 cm per tahun; Pelabuhan Tanjung Priok, Kalibaru 1 cm per tahun; Marunda sampai Bekasi 3 cm per tahun; Muara Baru dan Muara Karang 10 cm per tahun.
Lihat Juga : |
Soal penyebabnya, Endra sepakat dengan para pakar yang menuding ulah eksploitasi air tanah."Jadi artinya laju penurunan muka tanah atau land subsidence itu 1-10 cm per tahun," ucapnya, saat dihubungi, Rabu (23/2).
"Ada eksploitasi pengambilan air tanah yang berlebihan yang sudah berpuluh-puluh tahun untuk konsumsi masyarakat dan itu yang penyebabnya. Selain faktor lain yaitu sea level rise akibat perubahan iklim. Jadi tanah turun, laut naik, makanya masuk ke darat," terang Endra.
Belakangan, kata Heri, kabar baik mendatangi Jakarta. Riset terakhirnya di 2021 memperlihatkan ada pelambatan laju penurunan muka tanah di sejumlah area, dari yang sebelumnya 20 cm menjadi 10 cm.
Lihat Juga : |
"Tapi misalnya Kelapa Gading, Ancol, lajunya nurun, Muara Baru nurun. Itu good news ya," sambungnya. "itu confuse ya. Kenapa yang 20 cm-nya hilang? Itu masih kita analisis. tapi ada perlambatan kecepatan di banyak tepat, tetapi ada sedikit percepatan di tempat lain, Jakarta Barat, Kamal Muara, Kosambi, dia malah lajunya naik," ujar dia.
Pihaknya saat ini masih meneliti penyebab pelambatan laju itu. Sejauh ini, dugaannya terkait dengan beban urukan tanah atau kompaksi sudah mencapai titik maksimum, atau ada eksploitasi air tanah yang lebih dalam.
Selain itu, Heri memperkirakan ada kontribusi dari penurunan aktivitas di perhotelan dan industri selama pandemi. "Kelihatannya ada korelasi [dengan] laju penurunan tanah."
Di luar itu, ia melihat ada dampak positif dari tanggul pantai Jakarta berupa pengurangan titik banjir rob.
![]() |
"Setelah dibuat tanggul-tanggul, meski belum selesai, itu sudah mengurangi titik banjir rob. 2007 lebih dari 20 lokasi. Sekarang itu tersisa delapan lokasi saja," ungkapnya.
"Sehingga saya berkesimpulan bahwa ya Jakarta bisa selamat," aku Heri.
Terpisah, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi alias Bagus juga mengakui Jakarta bisa selamat dari ancaman tenggelam. Syaratnya yang utama adalah komitmen terhadap penanganan krisis iklim.
"Bisa, kalau itu, pertama, persoalan iklim secara global diatasi oleh seluruh pemerintah dan penurunan tanahnya dihentikan," ucap dia.
"Syaratnya harus cepat. Karena ancaman dengan pemulihannya sekarang masih berbeda. Ancamannya lambat, pemulihannya cepat," lanjutnya.
Lihat Juga : |
Sependapat, Robert Delinom optimistis laju penurunan tanah di Jakarta dan kota lain di kawasan Pantura bisa direm. Salah satunya dengan mencegah kerusakan lingkungan dan melakukan strategi yang bersifat adaptif.
"Perlu dipertimbangkan pembuatan beting gesik (formasi endapan sedimen laut untuk menahan gelombang) dan hutan mangrove karena telah terbukti cukup efektif dalam meredam laju masuknya rob ke daratan," katanya.
Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta Yusmada Faizal juga mengakui tren penurunan muka tanah daerah pesisir Jakarta pada periode 2007 hingga 2017 merupakan efek upaya perluasan jaringan pipa PAM.
"Ini menunjukkan bahwa penurunan tanah di Jakarta masih terjadi, tapi laju kedalamannya atau tingkat penurunannya sudah berkurang. Ini tentu karena salah satunya adalah dengan memastikan suplai air perpipaan. Kedua berupaya mengendalikan air tanah," tutupnya.
![]() |
Endra juga memastikan pihaknya akan tetap menggarap program penanganan banjir di Jakarta meski Undang-undang Ibu Kota Negara (IKN) sudah disahkan.
Misalnya, normalisasi dan sodetan Sungai Ciliwung, pompa Ancol, pembangun tanggul pantai yang kini sudah beres 13 km dari total 46,2 km yang jadi tugas Kementeriannya.
Lihat Juga : |
"Kalau kita punya rata-rata 3 km per tahun mungkin 3-4 tahun lagi selesai," ujarnya.
Menurutnya, 'penyelamatan' Jakarta tetap penting dilakukan mengingat aset ekonomi di wilayah ini sangat besar.
"Katakanlah IKN pindah, kan DKI tetap jadi pusat ekonomi di Indonesia. Di sini sudah akumulasi kapital dan orang bertalenta berkualitas ada di sini semua dan infrastruktur lengkap semua, tidak mungkin tidak punya peran," tandas Endra.
(yla/cfd/tfq/arh)